Jumat, 05 Mei 2017

Review Perundang Undangan



REVIEW PERUNDANG-UNDANGAN

A.     Legislative review
Legislative review adalah upaya ke lembaga legislatif atau lembaga lain yang memiliki kewenangan legislasi untuk mengubah suatu peraturan perundang-undangan. Misalnya, pihak yang keberatan terhadap suatu undang-undang dapat meminta legislative review ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah untuk mengubah undang-undang tertentu.[1]

Dalam legislative review, setiap orang bisa meminta agar lembaga legislasi melakukan revisi terhadap produk hukum yang dibuatnya dengan alasan, misalnya peraturan perundang-undangan itu sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau sederajat dengannya.[2]

B.     Executive review
            Executive review adalah segala bentuk produk hukum pihak executive diuji oleh baik kelembagaan dan kewenangan yang bersifat hirarkis. Dalam konteks ini yang diperkenalkan istilah “control internal” yang dilakukan oleh pihak itu sendiri terhadap produk hukum yang dikeluarkan baik yang berbentuk regeling maupun beschikking.[3]
            Sasaran objek “executive review” adalah peraturan yang bersifat regeling melalui proses pencabutan atau pembatalan. Pengujian yang disebut “executive review” ini dilakukan untuk menjaga peraturan yang diciptakan oleh pemerintah (eksekutif) tetap sinkron atau searah, dan juga konsisten serta adanya kepastian hukum untuk keadilan bagi masyarakat. Pemberlakuan executive review ini telah diatur dalam Pasal 145 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Proses executive review Peraturan Daerah dilakukan dalam bentuk pengawasan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri[4].

C.     Judical Review
            Judicial review merupakan kewenangan hakim untuk menilai apakah legislative acts, executive acts, dan administrative action bertentangan atau tidak dengan UUD (tidak hanya menilai peraturan perundang-undangan). Definisi judicial review di sini digunakan oleh negara yang menganut common law system seperti Amerika Serikat dan Inggris.[5]
            Sedangkan definisi judicial review menurut negara yang menganut civil law system, seperti yang dikemukakan oleh Jimly Asshiddiqie yaitu upaya pengujian oleh lembaga judicial terhadap produk hukum yang ditetapkan oleh cabang kekuasaan negara legislatif, eksekutif, ataupun yudikatif dalam rangka penerapan prinsip checks and balances berdasarkan sistem pemisahan kekuasaan negara (separation of power). Negara yang menganut civil law system system seperti, Prancis dan Jerman.[6]
            Di Indonesia, definisi judicial review sama seperti yang dianut oleh negara Prancis dan Jerman karena sistem hukum Indonesia dipengaruhi oleh sistem hukum Eropa Kontinental (civil law system).[7]


[1]Hukum Online, Praktik Legislative Review dan Judicial Review di Indonesia, http://www.hukumonline.com, access 3 Mei 2017.
[2]Ibid.
[3] Paulus effendi Lotulung, Laporan Akhir Dan Evaluasi Hukum tentang Wewenang Mahkamah Agung dalam Melaksanakan Hak uji Materil (judicial review), (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Departemen hukum Perundang-undangan Ri tahun 1999/2000), hlm.  xix.
[4] Zainal Arifin hoesein, Judicial Review Di Mahkamah Agung Tiga Dekade Pengujian Peraturan Perundang-Undang, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 63.
[5] Fatmawati, Hak Menguji (toetsingsrecht) yang dimiliki Hakim dalam Sistem Hukum Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 8.
[6]Ibid, hlm.38
[7]Ibid, hlm.92

Tidak ada komentar:

Posting Komentar