Rabu, 22 Maret 2017

KEDUDUKAN PERUNDANG-UNDANGAN NEGARA



KEDUDUKAN PERUNDANG-UNDANGAN NEGARA

A.    Tata Urutan Perundang-undangan
      Tata perundang-undangan diatur dalam:
a)      Tap MPRS NO. XX/MPRS/1996 tentang Memorandum DPR-GR mengenai sumber tertib hukum Republik Indonesia dan tata urutan perundang-undangan Republik Indonesia.
1.      UUD 1945;
2.      Ketetapan MPR;
3.      UU;
4.      Peraturan Pemerintah;
5.      Keputusan Presiden;
6.      Peraturan Pelaksana yang terdiri dari : Peraturan Menteri dan Instruksi Menteri.
      Ketentuan dalam Tap MPR ini sudah tidak berlaku.[1]
b)      Tap MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Undang-Undang. Berdasarkan ketetapan MPR tersebut, tata urutan peraturan perundang-undangan RI yaitu:
1.      UUD 1945;
2.      Tap MPR;
3.      UU;
4.      Peraturan pemerintah pengganti UU;
5.      PP;
6.      Keppres;
7.      Peraturan Daerah;
      Ketentuan dalam Tap MPR ini sudah tidak berlaku.[2]
c)      Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan ini, jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
1.      UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.      UU/Perppu;
3.      Peraturan Pemerintah;
4.      Peraturan Presiden;
5.      Peraturan Daerah.
      Ketentuan dalam Undang-Undang ini sudah tidak berlaku.[3]
d)      Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lampiran). Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
1.      UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.      Ketetapan MPR;
3.      UU/Perppu;
4.      Peraturan Presiden;
5.      Peraturan Menteri;
6.      Peraturan Daerah Provinsi;
7.      Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.[4]

B.     Kedudukan Perundang-undangan Dalam UUD 1945 Pasca Amandemen
      Undang-Undang Dasar 1945 adalah keseluruhan naskah yang terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal (sesuai dalam pasal II Aturan Tambahan UUD 1945). Konsekuensinya, penjelasan tidak lagi menjadi bagian dari UUD. Meskipun demikian, penjelasan memiliki fungsi yang penting dalam rangka menjelaskan tentang norma yang terdapat dalam UUD 1945 sehingga seharusnya mengandung norma yang baru.[5]
      Penjelasan Umum, disebutkan bahwa UUD 1945 merupakan hukum dasar. Dikaitkan dengan teorinya Hans Kelsen, “Stufentheorie”, atau theorie vom Stufenaufbau-nya Hans Nawiasky Pembukaan mengandung sejumlah tujuan negara dan dasar falsafah bernegara yaitu Pancasila. Posisi Pancasila dalam UUD adalah sebagai norma dasar suatu negara (Staatsfundamentalnorm), yang memberikan landasan bagi Aturan Dasar. Sedangkan materi yang terdapat dalam pasal-pasal UUD 1945 merupakan Grundgezetze, norma dasar yang memiliki kekuatan mengikat kepada norma-norma hukum peraturan perundang-undangan, atau menggariskan tatacara membentuk peraturan perundang-undangan secara Umum. Hal ini ditunjukkan dalam pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004. Dengan demikian, UUD 1945 memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada peraturan perundang-undangan yang lainnya.[6]
      Dalam pasal 3, mengatur tentang kewenangan MPR baik tentang kewenangan mengubah dan menetapkanUUD. Meskipun MPR bukan lembaga tertinggi Negara lagi namun MPR merupakan lembaga perwakilan (parlemen) yang oleh konstitusi diberi wewenang untuk mengubah dan menetapkan UUD. Pembentukan UUD kewenangannya tidak diberikan kepada lembaga legislatif karena lembaga legislatif hanya memiliki kewenangan dalam membentuk UU dan kedudukan UU di bawah UUD. Sedangkan untuk prosedur amandemen yang diatur dalam pasal 37 terdapat prosedur khusus dengan ketentuan yang lebih kompleks. Dalam hal substansi perubahan/amandemen masih terdapat kesamaan dengan UUD 1945 pra amandemen, yaitu mutlak tidak diperbolehkan untuk merubah/mengamandemen pembukaan UUD 1945, karena didalamnya terdapat falsafah negara yang merupakan dasar Negara. Selain itu, ada hal lain yang tidak boleh diganti yaitu bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 37 ayat 5)). Dan ketentuan yang lebih spesifik diatur dengan peraturan perundang-undangan lainnya.[7]
      UUD 1945 pasca amandemen lebih bersifat rigid. Hal ini dikarenakan persepsi penguasa yang sepakat untuk lebih mengkultuskan UUD 1945 sebagai kesatuan pemikiran dari mayarakat untuk memilih sesuatu yang ideal dalam hal-hal tertentu yang direfleksikan didalamnya. Selain itu, nilai historis yang terkandung dalam UUD 1945 membuatnya sebagai konstitusi memiliki kandungan rigiditas. UUD 1945 tidak lg dipandang sebagai peraturan perundang-undangan saja melainkan merupakan wibawa daripada suatu bentuk Hukum tertinggi dari suatu negara. Berdasarkan uraian di atas, UUD 1945 pasca amandemen bersifat conditional, superior dan rigid.[8]

C.    Pengertian Berbagai Jenis Perundang-undangan
      Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia kita mengenal banyak jenis peraturan perundangan-undangan yang dikeluarkan oleh Pejabat atau Badan yang mempunyai wewenang membuat perundang-undangan. Meskipun telah diatur dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000, yang mencantumkan tata urutan peraturan perundangan, namun dalam praktik kita mengenal jenis peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
1.      Perundang-undangan di Pusat:
a.       Undang-Undang Dasar dan Ketetapan MPR (S),
b.      Undang-Undang,
c.       Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
d.      Peraturan Pemerintah,
e.       Keputusan Preside,
f.        Keputusan Menteri,
g.      Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non-Departemen, dan
h.      Keputusan Direktur Jenderal Departemen9.Keputusan Kepala Badan Negara.[9]
2.      Perundang-undangan di Daerah:
a.       Peraturan Daerah Provinsi,
b.      Keputusan Gubernur,
c.       Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, dan
d.      Keputusan Bupati/Walikota.[10]

D.    Bentuk-bentuk Perundang-undangan
      Seperti yang tercantum di dalam tata urutan perundang-undangan yang berlaku, bentuk-bentuk peraturan yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.      UUD 1945
      Undang-undang dasar adalah peraturan Negara yang tertinggi dalam Negara, yang memuat ketentuan-ketentuan pokok dan menjadi salah satu sumber dari pada perundangan lainnya yang kemudian di keluarkan oleh Negara itu.Undang-undang dasar ialah hukum tertulis, sedangkan di samping UUD ini berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, yang merupakan sumber hukum lain, misalnya kebiasaan-kebiasaan, traktat-traktat, dan sebagainya.[11]
2.      Ketetapan MPR
      Mengenai ketetapan MPR terdapat dua macam, yaitu:
a.       Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang legislatif dilaksanakan dengan undang-undang.
b.      Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang eksekutif dilaksanakan dengan keputusan presiden.[12]
3.      Undang-undang
      Undang-undang merupakan suatu peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh DPR dengan persetujuan bersama presiden.[13]
4.      Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden
      UUD 1945 memberikan kekuasaan kepada presiden untuk menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya (pasal 5 ayat 2 UUD 1945). Peraturan pemerintah itu bermacam-macam:
a.    Peraturan pemerintah pusat, misalnya: peraturan presiden, peraturan mentri dan peraturan-peraturan lainnya dari pejabat Negara di pemerintahan pusat.
b.    Peraturan pemerintah daerah seperti misalnya: peraturan-peraturan daerah otonomi tingkat I, tingkat II, dan darah-daerah lainnya.[14]


[1] Bappeda, Tata Urutan Perundang-undangan,http://bappeda.banjarmasinkota.go.id, Access 25 Februari 2017.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Zoel, Kedudukan Perundang-undangan, https://vjkeybot.wordpress.com, Access 25 Februari 2017.
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Arto, Sistem Peraturan Perundang-undangan, http://artonang.blogspot.co.id,Access 25 Februari 2017.
[10] Ibid.
[11] Alghoid Assidiq, Bentuk Perundang-undangan, http://fariabel.blogspot.co.id, Access 25 Februari 2017.
[12] Ibid.
[13] Ibid.
[14] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar