KEDUDUKAN
PERUNDANG-UNDANGAN NEGARA
A.
Tata
Urutan Perundang-undangan
Tata perundang-undangan diatur dalam:
a)
Tap MPRS NO. XX/MPRS/1996 tentang
Memorandum DPR-GR mengenai sumber tertib hukum Republik Indonesia dan tata
urutan perundang-undangan Republik Indonesia.
1.
UUD 1945;
2.
Ketetapan MPR;
3.
UU;
5.
Keputusan Presiden;
6.
Peraturan Pelaksana yang terdiri
dari : Peraturan Menteri dan Instruksi Menteri.
Ketentuan dalam Tap MPR ini sudah tidak
berlaku.[1]
b)
Tap MPR No. III/MPR/2000 tentang
Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Undang-Undang. Berdasarkan ketetapan MPR
tersebut, tata urutan peraturan perundang-undangan RI yaitu:
1.
UUD 1945;
2.
Tap MPR;
3.
UU;
4.
Peraturan pemerintah pengganti
UU;
5.
PP;
6.
Keppres;
7.
Peraturan Daerah;
Ketentuan dalam Tap MPR ini sudah tidak
berlaku.[2]
c)
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan ini,
jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia adalah
sebagai berikut :
1.
UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2.
UU/Perppu;
3.
Peraturan Pemerintah;
4.
Peraturan Presiden;
5.
Peraturan Daerah.
Ketentuan dalam Undang-Undang ini sudah
tidak berlaku.[3]
d)
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lampiran). Berdasarkan
ketentuan dalam Undang-Undang ini, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan
Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
1.
UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2.
Ketetapan MPR;
3.
UU/Perppu;
4.
Peraturan Presiden;
5.
Peraturan Menteri;
6.
Peraturan Daerah Provinsi;
7.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.[4]
B.
Kedudukan
Perundang-undangan Dalam UUD 1945 Pasca Amandemen
Undang-Undang Dasar 1945 adalah
keseluruhan naskah yang terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal (sesuai dalam
pasal II Aturan Tambahan UUD 1945). Konsekuensinya, penjelasan tidak lagi
menjadi bagian dari UUD. Meskipun demikian, penjelasan memiliki fungsi yang
penting dalam rangka menjelaskan tentang norma yang terdapat dalam UUD 1945
sehingga seharusnya mengandung norma yang baru.[5]
Penjelasan Umum, disebutkan bahwa UUD 1945
merupakan hukum dasar. Dikaitkan dengan teorinya Hans Kelsen, “Stufentheorie”,
atau theorie vom Stufenaufbau-nya Hans Nawiasky Pembukaan mengandung sejumlah
tujuan negara dan dasar falsafah bernegara yaitu Pancasila. Posisi Pancasila
dalam UUD adalah sebagai norma dasar suatu negara (Staatsfundamentalnorm), yang
memberikan landasan bagi Aturan Dasar. Sedangkan materi yang terdapat dalam
pasal-pasal UUD 1945 merupakan Grundgezetze, norma dasar yang memiliki kekuatan
mengikat kepada norma-norma hukum peraturan perundang-undangan, atau
menggariskan tatacara membentuk peraturan perundang-undangan secara Umum. Hal
ini ditunjukkan dalam pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004. Dengan demikian, UUD 1945
memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada peraturan perundang-undangan yang
lainnya.[6]
Dalam pasal 3, mengatur tentang kewenangan
MPR baik tentang kewenangan mengubah dan menetapkanUUD. Meskipun MPR bukan
lembaga tertinggi Negara lagi namun MPR merupakan lembaga perwakilan (parlemen)
yang oleh konstitusi diberi wewenang untuk mengubah dan menetapkan UUD.
Pembentukan UUD kewenangannya tidak diberikan kepada lembaga legislatif karena
lembaga legislatif hanya memiliki kewenangan dalam membentuk UU dan kedudukan
UU di bawah UUD. Sedangkan untuk prosedur amandemen yang diatur dalam pasal 37
terdapat prosedur khusus dengan ketentuan yang lebih kompleks. Dalam hal
substansi perubahan/amandemen masih terdapat kesamaan dengan UUD 1945 pra
amandemen, yaitu mutlak tidak diperbolehkan untuk merubah/mengamandemen
pembukaan UUD 1945, karena didalamnya terdapat falsafah negara yang merupakan
dasar Negara. Selain itu, ada hal lain yang tidak boleh diganti yaitu bentuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 37 ayat 5)). Dan ketentuan yang lebih
spesifik diatur dengan peraturan perundang-undangan lainnya.[7]
UUD 1945 pasca amandemen lebih bersifat
rigid. Hal ini dikarenakan persepsi penguasa yang sepakat untuk lebih
mengkultuskan UUD 1945 sebagai kesatuan pemikiran dari mayarakat untuk memilih
sesuatu yang ideal dalam hal-hal tertentu yang direfleksikan didalamnya. Selain
itu, nilai historis yang terkandung dalam UUD 1945 membuatnya sebagai
konstitusi memiliki kandungan rigiditas. UUD 1945 tidak lg dipandang sebagai
peraturan perundang-undangan saja melainkan merupakan wibawa daripada suatu
bentuk Hukum tertinggi dari suatu negara. Berdasarkan uraian di atas, UUD 1945
pasca amandemen bersifat conditional, superior dan rigid.[8]
C.
Pengertian
Berbagai Jenis Perundang-undangan
Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan
di Indonesia kita mengenal banyak jenis peraturan perundangan-undangan yang
dikeluarkan oleh Pejabat atau Badan yang mempunyai wewenang membuat
perundang-undangan. Meskipun telah diatur dalam Ketetapan MPR Nomor
III/MPR/2000, yang mencantumkan tata urutan peraturan perundangan, namun dalam
praktik kita mengenal jenis peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
1.
Perundang-undangan di Pusat:
a.
Undang-Undang Dasar dan Ketetapan
MPR (S),
b.
Undang-Undang,
c.
Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang,
d.
Peraturan Pemerintah,
e.
Keputusan Preside,
f.
Keputusan Menteri,
g.
Keputusan Kepala Lembaga
Pemerintah Non-Departemen, dan
h.
Keputusan Direktur Jenderal
Departemen9.Keputusan Kepala Badan Negara.[9]
2.
Perundang-undangan di Daerah:
a.
Peraturan Daerah Provinsi,
b.
Keputusan Gubernur,
c.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota,
dan
d.
Keputusan Bupati/Walikota.[10]
D.
Bentuk-bentuk
Perundang-undangan
Seperti yang tercantum di dalam tata
urutan perundang-undangan yang berlaku, bentuk-bentuk peraturan yang berlaku di
Indonesia adalah sebagai berikut:
1.
UUD 1945
Undang-undang dasar adalah peraturan
Negara yang tertinggi dalam Negara, yang memuat ketentuan-ketentuan pokok dan
menjadi salah satu sumber dari pada perundangan lainnya yang kemudian di
keluarkan oleh Negara itu.Undang-undang dasar ialah hukum tertulis, sedangkan
di samping UUD ini berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, yang merupakan
sumber hukum lain, misalnya kebiasaan-kebiasaan, traktat-traktat, dan
sebagainya.[11]
2.
Ketetapan MPR
Mengenai ketetapan MPR terdapat dua macam,
yaitu:
a.
Ketetapan MPR yang memuat
garis-garis besar dalam bidang legislatif dilaksanakan dengan undang-undang.
b.
Ketetapan MPR yang memuat
garis-garis besar dalam bidang eksekutif dilaksanakan dengan keputusan
presiden.[12]
3.
Undang-undang
Undang-undang merupakan suatu peraturan
perundang-undangan yang dibuat oleh DPR dengan persetujuan bersama presiden.[13]
4.
Peraturan Pemerintah dan
Keputusan Presiden
UUD 1945 memberikan kekuasaan kepada
presiden untuk menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang
sebagaimana mestinya (pasal 5 ayat 2 UUD 1945). Peraturan pemerintah itu bermacam-macam:
a.
Peraturan pemerintah pusat,
misalnya: peraturan presiden, peraturan mentri dan peraturan-peraturan lainnya
dari pejabat Negara di pemerintahan pusat.
b.
Peraturan pemerintah daerah
seperti misalnya: peraturan-peraturan daerah otonomi tingkat I, tingkat II, dan
darah-daerah lainnya.[14]
[1] Bappeda, Tata Urutan Perundang-undangan,http://bappeda.banjarmasinkota.go.id, Access 25 Februari 2017.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Arto, Sistem Peraturan Perundang-undangan, http://artonang.blogspot.co.id,Access 25 Februari 2017.
[10] Ibid.
[11] Alghoid Assidiq, Bentuk Perundang-undangan, http://fariabel.blogspot.co.id, Access 25 Februari 2017.
[12] Ibid.
[13] Ibid.
[14] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar