Rabu, 22 Maret 2017

LEMBAGA PEMBENTUK DAN KEKUASAAN PEMBENTUK PERUNDANG-UNDANGAN



LEMBAGA PEMBENTUK DAN KEKUASAAN PEMBENTUK PERUNDANG-UNDANGAN

A.    Lembaga Pembentuk Perundang-Undangan Menurut UUD 1945 Sebelum Amandemen
Dalam susunan ketatanegaraan Republik Indonesia pernah dikenal istilah lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara. Yang dimaksud lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara adalah lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara menurut UUD 1945.
Lembaga yang disebut sebagai lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara dalam UUD 1945 adalah:
1.      Majelis permusyawaratan Rakyat (MPR)
2.      Presiden
3.      Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
4.      Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
5.      Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
6.      Mahkamah Agung (MA)
7.      Bank Central (Bank Indonesia)[1]
Sebelum amandemen UUD 1945, susunan anggota MPR terdiri dari anggota – anggota DPR ditambah utusan daerah, golongan politik, dan golongan karya (Pasal 1 ayat 1 UU No. 16 Tahun 1969). Terkait dengan kedudukannya sebagai Lembaga Tertinggi Negara, MPR diberi kekuasaan tak terbatas (super power) karena “kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” dan MPR adalah “penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia” yang berwenang menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil presiden.[2]
Keanggotaan DPR sebagai lembaga tinggi negara terdiri dari golongan politik dan golongan karya yang pengisiannya melalui pemilihan dan pengangkatan. Wewenang DPR menurut UUD 1945 adalah bersama presiden membentuk UU (Pasal 5 ayat 1 jo Pasal 20 ayat (1)) dengan kata lain bahwa DPR berwenang untuk memberikan persetujuan RUU yang diajukan presiden disamping mengajukan sendiri RUU tersebut. (Pasal 21 UUD 1945) bersama presiden menetapkan APBN (Pasal 23 ayat (1)) Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban presiden.[3]

B.     Lembaga Pembentuk Perundang-Undangan Menurut UUD 1945 Pasca Amandemen
Dengan dilakukannya amandemen terhadap UUD 1945 ini, maka rakyat merupakan pemegang kekuasaan negara tertinggi dan kedaulatan rakyat ini ditentukan dibagikan secara horizontal dengan cara memisahkannya (separation of power) menjadi kekuasaan-kekuasaan yang dinisbatkan sebagai fungsi lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain berdasarkan prinsip “check and balances”.[4]
Perubahan Kedudukan dan Kewenangan lembaga legislatif pasca amandemen UUD 1945. Setelah adanya amandemen ke IV UUD 1945, (yang selanjutnya akan disebut UUD NRI 1945), terdapat suatu perubahan yang cukup mendasar baik dalam sistem ketatanegaraan maupun kelembagaan negara di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari dihapuskannya kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara serta adanya beberapa lembaga negara baru yang dibentuk, yaitu Dewan Perwakilan Daerah dan Mahkamah Konstitusi. Selain itu, kedudukan seluruh lembaga negara adalah sejajar sebagai lembaga tinggi negara. Adapun lembaga – lembaga yang tercantum sebagai lembaga tinggi negara menurut UUD NRI 1945 adalah :
                                     1.     Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
                                     2.     Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
                                     3.     Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
                                     4.     Presiden
                                     5.     Mahkamah Agung (MA)
                                     6.     Mahkamah Konstitusi (MK)
                                     7.     Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
                                     8.     Komisi Yudisial (KY)
                                     9.     Komisi Pemilihan Umum (KPU)
                                 10.     Bank Central[5]
Adanya amandemen terhadap UUD 1945 telah menciptakan suatu sistem konstitusional yang berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and balances) yaitu setiap kekuasaan dibatasi oleh Undang-undang berdasarkan fungsi masing-masing. Selain itu penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan masing-masing lembaga negara disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi modern, yaitu salah satunya menegaskan sistem pemerintahan presidensial dengan tetap mengambil unsur – unsur pemerintahan parlementer sebagai upaya untuk menutupi kekurangan system pemerintahan presidensial.Dalam hal kewenangan lembaga negara, UUD RI 1945 menekankan adanya beberapa perubahan pada kewenangan lembaga legislatif yaitu:
1.      Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Hal yang paling menonjol mengenai MPR setelah adanya amandemen UUD adalah dihilangkannya kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Selain itu, perubahan – perubahan yang terjadi di lembaga MPR baik mengenai susunan, kedudukan, tugas maupun wewenangnya.[6]
2.    Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Adanya amandemen terhadap UUD 1945, sangat mempengaruhi posisi dan kewenangan DPR sebagai lembaga legislatif. Salah satunya adalah diberikannya kekuasaan kepada DPR untuk membentuk UU, yang sebelumnya dipegang oleh presiden dan DPR hanya berhak memberi persetujuaan saja. Perubahan ini juga mempengaruhi hubungan antara DPR sebagai lembaga legislatif dan presiden sebagai lembaga eksekutif, yaitu dalam proses serta mekanisme pembentukan UU. Selain itu, amandemen UUD 1945 juga mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara. (Pasal 20 A ayat (1) UUD NRI 1945)[7]
3.    Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Sebagai lembaga negara yang baru dibentuk setelah amandemen UUD, DPD dibentuk dengan tujuan untuk mengakomodasi kepentingan daerah sebagai wujud keterwakilan daerah ditingkat nasional. Hal ini juga merupakan tindak lanjut peniadaan utusan daerah dan utusan golongan sebagai anggota MPR. Sama halnya seperti anggota DPR, anggota DPD juga dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilu. (Pasal 22 C ayat (1) UUD NRI 1945). DPD mempunyai kewenangan untuk mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan pemekaran dan penghubungan daerah, perimbangan keuangan pusat dengan daerah, pengelolaan SDA dan SDE, RUU lain yang berkait dengan kepentingan daerah. (Pasal 22 D ayat (1) dan (2) UUD NRI 1945).[8]

C.    Kekuasaan Membentuk Perundang-Undangan
1.      Kekuasaan DPR dalam Pembentukan Undang-undang
Fungsi utama parlemen pada hakekatnya adalah fungsi pengawasan dan Legislasi, parlemen berfungsi mengkomunikasikan tuntutan dan keluhan dari berbagai kalangan masyarakat kepada pihak pemerintah (Parlemen Parle an Government). Instrumen yang dapat digunakan oleh Parlemen untuk menyadar fungsi pengawasan terhadap jalannya pemerintah secara efektif adalah:
a.       Hak budget
b.      Hak inteplasi
c.       Hak angket
d.      Hak usul resolusi
e.       Hak konfirmasi atau hak memilih calon pejabat tertentu.[9]
Selain hak yang bersifat kelembagaan, setiap individu anggota parlemen juga dijamin haknya untuk bertanya dan mengajukan usul pendapat serta hak lain, seperti hak immunitas dan hak protokuler.Pelaksanaan fungsi legislasi, DPR mempunyai hak atau kewajiban mengajukan rancangan Undang-undang, hak Amandemen atau hak untuk merubah setiap rancangan Undang-undang yang diajukan oleh pemerintah.[10]
2.      Kekuasaan DPD dalam Pembentukan Undang-undang
Undang-undang No. 22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Undang-undang Susduk) yang disahkan oleh Presiden Megawati pada tanggal 31 Juli 2003 banyak mereduksi kewenangan ideal yang seharusnya dimiliki oleh kamar pertama dalam sebuah sistem bicamarel. Pembatasan-pembatasan tersebut misalnya saja dapat dilihat dalam pasal 42 UU Susduk. Dalam pasal ini diatur bahwa DPD hanya memiliki fungsi yaitu:
a.    Pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan dengan bidang legislasi tertentu,
b.    Pengawasan atas pelaksanaan Undang-undang tertentu.[11]
Dengan kata lain, ketentuan dalam pasal tersebut sangat membatasi kewenangan DPD untuk terlibat dalam proses pembuatan sebuah Undang-undang, ia hanya dapat sebatas mengajukan usul dan ikut dalam pembahasan serta memberikan pertimbangan tanpa diminta kewenangan untuk mengambil keputusan. Selain itu, perlu digarisbawahi pula bahwa kewenangan yang dimilikinya pun hanya terhadap Undang–undang tertentu yaitu Undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran dan pengembangan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta Undang-undang yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.[12]
3.      Kekuasaan Presiden dalam Pembentukan Undang-undang
Sebelum perubahan UUD1945, Presiden bahkan merupakan lembaga yang memegang kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Sedangkan sesudah perubahan UUD1945, Presiden masih pula dilibatkan seperti hak untuk mengajukan rancangan undang-undang, pembahasan yang dilakukan secara bersama dengan DPR terhadap RUU dan pengesahan RUU menjadi undang-undang yang juga dilakukan oleh Presiden.[13]
Sebelum perubahan (amandemen) UUD 1945 presiden merupakan lembaga yang memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. Sedangkan sesudah amandemen UUD1945 Presiden masih dilibatkan dalam pembentukan Undang-undang seperti hak untuk mengajukan rancangan undang-undang, pembahasan yang dilakukan bersama DPR terhadap rancangan Undang-undang dan pengesahan rancangan Undang-undang menjadi Undang-undang yang juga dilakukan oleh presiden.[14]


[1]Zoel, Lembaga Pembentuk Perundang-undangan, https://vjkeybot.wordpress.com, Access 03Maret 2017.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Fawaiq Sayyaf, Lembaga Pembentuk Perundang-undangan, https://hackerboy22.wordpress.com, Access 03Maret 2017.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Ibid.
[10] Vika Andriyani, Lembaga Pembentuk Perundang-undangan , https://vikaandriyani.wordpress.com, Access 03Maret 2017.
[11] Ibid.
[12] Ibid.
[13] Fawaiq Sayyaf, Op.cit.
[14] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar