LEMBAGA
PEMBENTUK DAN KEKUASAAN PEMBENTUK PERUNDANG-UNDANGAN
A.
Lembaga
Pembentuk Perundang-Undangan Menurut UUD 1945 Sebelum Amandemen
Dalam
susunan ketatanegaraan Republik Indonesia pernah dikenal istilah lembaga
tertinggi negara dan lembaga tinggi negara. Yang dimaksud lembaga tertinggi
negara dan lembaga tinggi negara adalah lembaga tertinggi negara dan lembaga
tinggi negara menurut UUD 1945.
Lembaga yang disebut sebagai lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara dalam UUD 1945 adalah:
Lembaga yang disebut sebagai lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara dalam UUD 1945 adalah:
1.
Majelis permusyawaratan Rakyat
(MPR)
2.
Presiden
3.
Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
4.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
5.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
6.
Mahkamah Agung (MA)
7.
Bank Central (Bank Indonesia)[1]
Sebelum
amandemen UUD 1945, susunan anggota MPR terdiri dari anggota – anggota DPR
ditambah utusan daerah, golongan politik, dan golongan karya (Pasal 1 ayat 1 UU
No. 16 Tahun 1969). Terkait dengan kedudukannya sebagai Lembaga Tertinggi
Negara, MPR diberi kekuasaan tak terbatas (super power) karena “kekuasaan ada
di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” dan MPR adalah “penjelmaan
dari seluruh rakyat Indonesia” yang berwenang menetapkan UUD, GBHN, mengangkat
presiden dan wakil presiden.[2]
Keanggotaan
DPR sebagai lembaga tinggi negara terdiri dari golongan politik dan golongan
karya yang pengisiannya melalui pemilihan dan pengangkatan. Wewenang DPR
menurut UUD 1945 adalah bersama presiden membentuk UU (Pasal 5 ayat 1 jo Pasal
20 ayat (1)) dengan kata lain bahwa DPR berwenang untuk memberikan persetujuan
RUU yang diajukan presiden disamping mengajukan sendiri RUU tersebut. (Pasal 21
UUD 1945) bersama presiden menetapkan APBN (Pasal 23 ayat (1)) Meminta MPR
untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban presiden.[3]
B.
Lembaga
Pembentuk Perundang-Undangan Menurut UUD 1945 Pasca Amandemen
Dengan
dilakukannya amandemen terhadap UUD 1945 ini, maka rakyat merupakan pemegang
kekuasaan negara tertinggi dan kedaulatan rakyat ini ditentukan dibagikan
secara horizontal dengan cara memisahkannya (separation of power) menjadi
kekuasaan-kekuasaan yang dinisbatkan sebagai fungsi lembaga-lembaga negara yang
sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain berdasarkan prinsip “check
and balances”.[4]
Perubahan
Kedudukan dan Kewenangan lembaga legislatif pasca amandemen UUD 1945. Setelah
adanya amandemen ke IV UUD 1945, (yang selanjutnya akan disebut UUD NRI 1945),
terdapat suatu perubahan yang cukup mendasar baik dalam sistem ketatanegaraan
maupun kelembagaan negara di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari
dihapuskannya kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara serta adanya
beberapa lembaga negara baru yang dibentuk, yaitu Dewan Perwakilan Daerah dan
Mahkamah Konstitusi. Selain itu, kedudukan seluruh lembaga negara adalah
sejajar sebagai lembaga tinggi negara. Adapun lembaga – lembaga yang tercantum
sebagai lembaga tinggi negara menurut UUD NRI 1945 adalah :
1. Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR)
2. Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR)
3. Dewan
Perwakilan Daerah (DPD)
4. Presiden
5. Mahkamah
Agung (MA)
6. Mahkamah
Konstitusi (MK)
7. Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK)
8. Komisi
Yudisial (KY)
9. Komisi
Pemilihan Umum (KPU)
10. Bank
Central[5]
Adanya
amandemen terhadap UUD 1945 telah menciptakan suatu sistem konstitusional yang
berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and balances) yaitu setiap kekuasaan
dibatasi oleh Undang-undang berdasarkan fungsi masing-masing. Selain itu
penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan masing-masing lembaga negara
disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi modern, yaitu salah satunya
menegaskan sistem pemerintahan presidensial dengan tetap mengambil unsur –
unsur pemerintahan parlementer sebagai upaya untuk menutupi kekurangan system
pemerintahan presidensial.Dalam hal kewenangan lembaga negara, UUD RI 1945
menekankan adanya beberapa perubahan pada kewenangan lembaga legislatif yaitu:
1.
Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR)
Hal yang paling menonjol mengenai MPR
setelah adanya amandemen UUD adalah dihilangkannya kedudukan MPR sebagai
lembaga tertinggi negara. Selain itu, perubahan – perubahan yang terjadi di
lembaga MPR baik mengenai susunan, kedudukan, tugas maupun wewenangnya.[6]
2.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Adanya amandemen terhadap UUD 1945,
sangat mempengaruhi posisi dan kewenangan DPR sebagai lembaga legislatif. Salah
satunya adalah diberikannya kekuasaan kepada DPR untuk membentuk UU, yang
sebelumnya dipegang oleh presiden dan DPR hanya berhak memberi persetujuaan
saja. Perubahan ini juga mempengaruhi hubungan antara DPR sebagai lembaga
legislatif dan presiden sebagai lembaga eksekutif, yaitu dalam proses serta
mekanisme pembentukan UU. Selain itu, amandemen UUD 1945 juga mempertegas
fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan
sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara. (Pasal 20 A ayat (1) UUD NRI
1945)[7]
3.
Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Sebagai lembaga negara yang baru dibentuk
setelah amandemen UUD, DPD dibentuk dengan tujuan untuk mengakomodasi
kepentingan daerah sebagai wujud keterwakilan daerah ditingkat nasional. Hal
ini juga merupakan tindak lanjut peniadaan utusan daerah dan utusan golongan
sebagai anggota MPR. Sama halnya seperti anggota DPR, anggota DPD juga dipilih
secara langsung oleh rakyat melalui pemilu. (Pasal 22 C ayat (1) UUD NRI 1945).
DPD mempunyai kewenangan untuk mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan pemekaran dan
penghubungan daerah, perimbangan keuangan pusat dengan daerah, pengelolaan SDA
dan SDE, RUU lain yang berkait dengan kepentingan daerah. (Pasal 22 D ayat (1)
dan (2) UUD NRI 1945).[8]
C.
Kekuasaan
Membentuk Perundang-Undangan
1.
Kekuasaan DPR dalam Pembentukan
Undang-undang
Fungsi utama
parlemen pada hakekatnya adalah fungsi pengawasan dan Legislasi, parlemen
berfungsi mengkomunikasikan tuntutan dan keluhan dari berbagai kalangan
masyarakat kepada pihak pemerintah (Parlemen Parle an Government). Instrumen
yang dapat digunakan oleh Parlemen untuk menyadar fungsi pengawasan terhadap
jalannya pemerintah secara efektif adalah:
a.
Hak budget
b.
Hak inteplasi
c.
Hak angket
d.
Hak usul resolusi
e.
Hak konfirmasi atau hak memilih
calon pejabat tertentu.[9]
Selain hak yang
bersifat kelembagaan, setiap individu anggota parlemen juga dijamin haknya
untuk bertanya dan mengajukan usul pendapat serta hak lain, seperti hak
immunitas dan hak protokuler.Pelaksanaan fungsi legislasi, DPR mempunyai hak
atau kewajiban mengajukan rancangan Undang-undang, hak Amandemen atau hak untuk
merubah setiap rancangan Undang-undang yang diajukan oleh pemerintah.[10]
2.
Kekuasaan DPD dalam Pembentukan
Undang-undang
Undang-undang
No. 22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (Undang-undang Susduk) yang disahkan oleh Presiden Megawati pada tanggal
31 Juli 2003 banyak mereduksi kewenangan ideal yang seharusnya dimiliki oleh kamar
pertama dalam sebuah sistem bicamarel. Pembatasan-pembatasan tersebut misalnya
saja dapat dilihat dalam pasal 42 UU Susduk. Dalam pasal ini diatur bahwa DPD
hanya memiliki fungsi yaitu:
a.
Pengajuan usul, ikut dalam
pembahasan dan memberikan pertimbangan dengan bidang legislasi tertentu,
b.
Pengawasan atas pelaksanaan
Undang-undang tertentu.[11]
Dengan
kata lain, ketentuan dalam pasal tersebut sangat membatasi kewenangan DPD untuk
terlibat dalam proses pembuatan sebuah Undang-undang, ia hanya dapat sebatas
mengajukan usul dan ikut dalam pembahasan serta memberikan pertimbangan tanpa
diminta kewenangan untuk mengambil keputusan. Selain itu, perlu digarisbawahi
pula bahwa kewenangan yang dimilikinya pun hanya terhadap Undang–undang
tertentu yaitu Undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran dan pengembangan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
Undang-undang yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.[12]
3.
Kekuasaan Presiden dalam
Pembentukan Undang-undang
Sebelum
perubahan UUD1945, Presiden bahkan merupakan lembaga yang memegang kekuasaan
untuk membentuk undang-undang. Sedangkan sesudah perubahan UUD1945, Presiden
masih pula dilibatkan seperti hak untuk mengajukan rancangan undang-undang,
pembahasan yang dilakukan secara bersama dengan DPR terhadap RUU dan pengesahan
RUU menjadi undang-undang yang juga dilakukan oleh Presiden.[13]
Sebelum
perubahan (amandemen) UUD 1945 presiden merupakan lembaga yang memegang
kekuasaan membentuk Undang-Undang. Sedangkan sesudah amandemen UUD1945 Presiden
masih dilibatkan dalam pembentukan Undang-undang seperti hak untuk mengajukan
rancangan undang-undang, pembahasan yang dilakukan bersama DPR terhadap
rancangan Undang-undang dan pengesahan rancangan Undang-undang menjadi
Undang-undang yang juga dilakukan oleh presiden.[14]
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Fawaiq Sayyaf, Lembaga Pembentuk Perundang-undangan, https://hackerboy22.wordpress.com, Access 03Maret 2017.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Ibid.
[10] Vika Andriyani, Lembaga Pembentuk Perundang-undangan , https://vikaandriyani.wordpress.com, Access 03Maret 2017.
[11] Ibid.
[12] Ibid.
[13] Fawaiq Sayyaf, Op.cit.
[14] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar