PERUBAHAN, PENCABUTAN DAN PEMBATALAN PERUNDANG-UNDANGAN
Proses untuk membuat suatu peraturan
perundang-undangan atau ketentuan dalam peraturan perundangan-undangan tersebut
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sedangkan, ‘tidak berlaku’ adalah
sebuah keadaan ketika suatu peraturan perundang-undangan atau ketentuannya
tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pada dasarnya, suatu peraturan perundang-undangan atau ketentuan dalam peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut oleh peraturan perundang-undangan yang setara, misal: Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mencabut Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, sebagaimana dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 102 UU 12/2011 berikut ini:[1]
Pada dasarnya, suatu peraturan perundang-undangan atau ketentuan dalam peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut oleh peraturan perundang-undangan yang setara, misal: Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mencabut Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, sebagaimana dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 102 UU 12/2011 berikut ini:[1]
“Pada saat Undang-Undang ini mulai
berlaku, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389), dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.”
Di sisi lain, jika kata dicabut dimaknai
sebagai keadaan ketika suatu peraturan perundang-undangan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat, maka sebuah “pencabutan” bisa dilakukan pelaku
kekuasaan kehakiman atau pengadilan yang memiliki yurisdiksi untuk melakukan
pengujian terhadap peraturan perundang-undangan tersebut. Untuk menguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang (“UU”) terhadap UU diajukan
ke Mahkamah Agung (Pasal 24A ayat [1] UUD 1945), sedangkan untuk menguji UU
terhadap UUD 1945 diajukan kepada Mahkamah Konstitusi (Pasal 24C ayat [1] UUD
1945). Pengadilan-pengadilan tersebut dapat menyatakan bahwa suatu perundang-undangan
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat.[2]
Dari
pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa ada dua cara untuk menyatakan suatu
peraturan perundang-undangan, dalam hal ini UU, tidak berlaku :
ü
Apabila dalam keadaan yang
pertama, yang berhak mencabut UU adalah yang memiliki kewenangan untuk
membentuk UU, yaitu DPR bersama Presiden. Apabila suatu UU sudah mencabut UU
sebelumnya, maka secara langsung UU yang dicabut tidak berlaku lagi begitu UU yang
baru mulai berlaku.
ü
Dalam keadaan kedua pun
ketentuan-ketentuan dalam UU yang sudah dinyatakan tidak berlaku akan otomatis
tidak berlaku lagi karena sudah dinyatakan inkonstitusional (bertentangan
dengan UUD 1945) oleh Mahkamah Konstitusi. Putusan Mahkamah Konstitusi ini
bersifat final, sehingga tidak ada upaya hukum lagi terhadap putusan Mahkamah
Konstitusi tersebut.
Pada dasarnya, Undang-Undang No. 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 12/2011”)
tidak mengenal istilah pembatalan undang-undang. Istilah “batal” sedikit
disinggung yang mana dapat kita temukan dalam penjelasan Pasal 5 huruf b UU
12/2011 yang antara lain mengatakan bahwa peraturan perundang-undangan dapat
dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau
pejabat yang tidak berwenang. Oleh karena itu, di bawah ini kami akan fokus
kepada penjelasan soal pencabutan undang-undang.[3]
Suatu peraturan perundang-undangan hanya
dapat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh peraturan perundang-undangan
yang tingkatannya sama atau lebih tinggi. Pencabutan peraturan
perundang-undangan dengan peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih
tinggi itu dilakukan jika peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi itu
dimaksudkan untuk menampung kembali seluruh atau sebagian materi peraturan
perundang-undangan lebih rendah yang dicabut itu (Lampiran II Nomor 158 dan 159
UU 12/2011).
Jika ada peraturan perundang-undangan
lama yang tidak diperlukan lagi dan diganti dengan peraturan perundang-undangan
baru, peraturan perundang-undangan yang baru harus secara tegas mencabut
peraturan perundang-undangan yang tidak diperlukan itu. Jika materi dalam
peraturan perundang-undangan baru menyebabkan perlunya penggantian seluruh atau
sebagian materi dalam peraturan perundang-undangan lama, di dalam peraturan
perundang-undangan baru harus secara tegas diatur mengenai pencabutan seluruh
atau pencabutan sebagian peraturan perundang-undangan. Demikian yang disebut
dalam Lampiran II Nomor 221 dan 222 UU 12/2011.
Maria Farida Indrati Soeprapto dalam
bukunya Ilmu Perundang-Undangan Proses dan Teknik Pembentukannya (hal. 174)
mengatakan bahwa pengertian pencabutan peraturan perundang-undangan berbeda
dengan pengertian perubahan peraturan perundang-undangan sehingga pencabutan
peraturan perundang-undangan tidak merupakan bagian dari perubahan peraturan
perundang-undangan.
Demi kepastian hukum, pencabutan
peraturan perundang-undangan hendaknya tidak dirumuskan secara umum, tetapi
menyebutkan dengan tegas peraturan perundang-undangan mana yang dicabut. (Ibid,
hal. 133).
Proses pencabutan undang-undang: Undang-undang
merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana disebut
dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c UU 12/2011. Tidak seperti Rancangan
Undang-Undang (“RUU”) yang berasal dari DPR, Presiden, atau DPD pada umumnya
yang harus disertai Naskah Akademik, RUU mengenai pencabutan undang-undang
tidak disertai naskah akademik [Lihat Pasal 43 ayat (3) dan (4) huruf c UU
12/2011]. Jadi, menjawab pertanyaan Anda, secara proses, pembentukan suatu
undang-undang yang mencabut suatu undang-undang, sama dengan proses pembentukan
undang-undang pada umumnya, bedanya adalah tidak ada naskah akademik.
Penjelasan lebih lanjut mengenai proses
pembentukan undang-undang yang mencabut suatu undang-undang lain mulai dari
bentuk RUU yang berasal dari Presiden maupun DPR sampai dengan RUU yang telah
mendapat persetujuan bersama DPR dengan Presiden dan disahkan serta diundangkan
dalam lembaran Negara Republik Indonesiadapat Anda simak dalam artikel Proses
Pembentukan Undang-Undang.
Maria juga menjelaskan teori tentang
pencabutan undang-undang (Ibid, 174-176). Ia menjelaskan (sebagaimana kami
sarikan) bahwa secara teori, pencabutan undang-undang dibagi menjadi dua:[4]
1.
Pencabutan dengan Penggantian
Suatu pencabutan dengan penggantian
terjadi apabila suatu undang-undang yang ada digantikan dengan suatu
undang-undang yang baru. Dalam pencabutan dengan penggantian ini, ketentuan
pencabutan tersebut dapat diletakkan di depan (dalam Pembukaan) ataupun
diletakkan di belakang (dalam Ketentuan Penutup).
Apabila ketentuan pencabutan tersebut
diletakkan di depan (dalam Pembukaan), maka ketentuan pencabutan ini berakibat
bahwa undang-undang yang dinyatakan dicabut itu akan tercabut beserta
akar-akarnya, dalam arti undang-undang tersebut tercabut beserta seluruh
peraturan pelaksanaannya.
Contoh
perumusannya:
MEMUTUSKAN:
Dengan
mencabut : UNDANG-UNDANG
NOMOR … TAHUN … TENTANG …
Menetapkan
: UNDANG-UNDANG TENTANG …
Apabila ketentuan pencabutan
tersebut diletakkan di belakang (dalam Ketentuan Penutup), undang-undang yang
dicabut itu akan tercabut, tetapi tidak beserta akar-akarnya, dalam arti
undang-undang tersebut tercabut akan tetapi peraturan pelaksanaannya masih
dapat dinyatakan berlaku.
Contoh perumusannya:
KETENTUAN
PENUTUP:
Pasal …
Dengan berlakunya Undang-Undang ini
maka Undang-Undang Nomor .. Tahun … tentang … dinyatakan tidak berlaku
(dicabut).
2.
Pencabutan tanpa Penggantian
Dalam pencabutan suatu undang-undang
yang dilakukan tanpa penggantian, kerangka (kenvorm) dari undang-undang
tersebut mempunyai kesamaan dengan perubahan undang-undang, yaitu dalam batang
tubuhnya akan terdiri atas dua pasal yang berisi:[5]
a.
Pasal 1: berisi tentang ketentuan pencabutan.
b.
Pasal 2: berisi tentang ketentuan mulai berlakunya undang-undang tersebut.
Walaupun
secara teori terdapat dua cara pencabutan terhadap undang-undang, namun
demikian dalam Lampiran II Nomor 146 UU 12/2011 hanya dirumuskan satu cara
pencabutan, yaitu pencabutan undang-undang yang diletakkan dalam Ketentuan
Penutup.
[1] Maria Farida Indrati Soeprapto.
1998. Ilmu Perundang-Undangan Dasar-Dasar dan Pembentukannya. Kanisius:
Yogyakarta.
[2] ibid
[3] Maria Farida Indrati Soeprapto.
2007. Ilmu Perundang-undangan Proses dan Teknik Pembentukannya. Yogyakarta:
Kanisius.
[4] Maria Farida Indrati Soeprapto.
2007. Ilmu Perundang-undangan Proses dan Teknik Pembentukannya. Yogyakarta:
Kanisius.
[5] Maria Farida Indrati Soeprapto.
2007. Ilmu Perundang-undangan Proses dan Teknik Pembentukannya. Yogyakarta:
Kanisius.
Perbedaan antara pencabutan tanpa penggantian dan pencabutan dengan penggantian
BalasHapus