MATERI KHI HUKUM PERKAWINAN
A. Pengertian Hukum Perkawinan
Undang-undang No. 1 Tahun 1974, Pasal 1 tentang perkawinan menyatakan : “Perkawinan adalah ikata nlahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentukk eluarga (rumah) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang MahaEsa.”[1]
B. Tujuan Hukum Perkawinan
1.
Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi
2.
Untuk Membentengi Akhlak yang Luhur
3.
Untuk Menegakkan Rumah Tangga yang Islami
4.
Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
5.
Untuk Mencari Keturunan yang Shalih-Shalihah.[2]
C. Pertunangan
Pertunangan merupakan masa
peralihan antara lamaran dengan pernikahan. Biasanya dalam pertunangan terdapat
tradisi saling memberikan hadiah. Tradisi pertunangan berbeda menurut suku,
agama dll. Misalnya di India Barat pasangan itu saling tukar anak angsa,
sementara wanita Tiongkok pada awal abad ke-20 dituntut memberikan hadiah yang
pas bagi calon suaminya dalam waktu seminggu setelah pertunangan, kalau tidak
mau pernikahannya kandas. Pertunangan yang panjang pernah menjadi umum dalam
tetek bengek pernikahan yang resmi, namun tidak umum bagi orang tua
mempertunangkan anaknya hingga mengatur hingga beberapa tahun sebelumnya
sebelum pasangan yang bertunangan itu cukup umur untuk menikah.[3]
Ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan sebelum pertunangan dilaksanakan oleh kedua belah pihak
diantaranya yaitu:
1.
Memberitahu keluarga masing-masing jika pertunangan
adalah keputusan kalian.
2.
Jangan lupa untuk mempersiapkan cincin tunangan
3.
Melakukan perawatan diri
4.
Publikasikan status barumu jika akan bertunangan dengan pasanganmu
5.
Tentukan tanggal pernikahan setelah pertunangan selesai
6.
Bersiap-siaplah kamu akan menjadi orang yang paling stres
didunia.[4]
D. Rukun dan Syarat Perkawinan
-
Rukun
Perkawinan
adalah sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau tidaknya suatu
pekerjaan/penikahan. Ada beberapa rukun perkawinan yaitu:
1.
Pengantin laki-laki (Suami)
2.
Pengantin perempuan (Isteri)
3.
Wali
4.
Dua orang saksi
5.
Ijab dan qobul (Akad nikah).[5]
-
Syarat
Perkawinan
diatur mulai Pasal 6 sampai Pasal 12 UU No.1 tahun 1974. Pasal 6 s/d Pasal 11
memuat mengenai syarat perkawinan yang bersifat materiil, sedang Pasal 12
mengatur mengenai syarat perkawinan yang bersifat formil.
A. Syarat perkawinan yang bersifat materiil Pasal 6 sampai Pasal 12
UU No.1 tahun 1974 yaitu :
1.
Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon
mempelai.
2.
Untuk melangsungkan pernikahan seseorang yang belum
mencapai umur 21 tahun harus mendapat ijin dari kedua orangtunya.
3.
Perkawinan hanya di ijinkan jika pihak pria sudah
mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun
4.
Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang
lain tidak dapat kawin lagi kecuali
memenuhi pasal 3 ayat 2 dan pasal 4.
5.
Apabila suami dan isteri yang telah cerai kawin lagi satu
dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya
6.
Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku
jangka waktu tunggu.[6]
Syarat perkawinan yang bersifat
formil dapat diuraikan dalam Pasal 12 UU No.1/1974 yaitu:
1.
Setiap orang yang akan melangsungkan pernikahan harus
memberitahukan kehendaknya kepada Pegawai Pencatatan Perkawinan dimana
perkawinan itu akan dilangsungkan.
2.
Setelah syarat-syarat diterima di Pegawai Pencatat
Perkawinan lalu diteliti, apakah sudah memenuhi syarat apa belum.
3.
Apabila syarat telah dipenuhi Pegawai Pencatat Perkawinan
membuat pengumuman yan ditandatangani oleh Pegawai Pencatat Perkawinan yang
memuat :
a.
Nama, umur, agama, pekerjaan, dan pekerjaa calon
pengantin
b.
Hari, tanggal, jam dan tempat perkawinan akan
dilangsungkan.
c.
Barulah perkawinan dilaksanakan setelah hari ke sepuluh
yang dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya.[7]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar