Rabu, 22 Maret 2017

PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN



PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
A.     Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan
Pada dasarnya proses pembuatan UU setelah berlakunya UU PPP terbagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:
a.    Perencanaan,
b.    Persiapan,
c.    Teknik  penyusunan,
d.    Perumusan  dan pembahasan,
e.    Pengesahan,
f.      Pengundangan,  dan
g.    Penyebarluasan.
Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 proses pembentukan Undang-
Undang dapat dibagi menjadi 3 tahap.[1]
B.     Pembuatan Dan Pengajuan Rancangan Peraturan Perundang-Undangan
Dalam pembentukan UU, Rancangan Undang-Undang (RUU) dapatberasal dariPresiden, DPR, maupun DPD (Dewan Perwakilan Daerah), namun untuk RUU yangdiajukan oleh DPD hanya diperkenankan RUUberkaitan dengan:
a.    Otonomi Daerah;
b.    Hubunganpusat dengan daerah;
c.    Pembentukandan pemekaran serta penggabungan daerah;
d.    Pengelolaansvumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya;
e.    Perimbangankeuangan pusat dan daerah.[2]
C.     Pembahasan Rancangan Peraturan Perundang-Undangan
1.    Pembahasan RUU di DPR dilakukan oleh DPR bersama Presidenatau menteri yang ditugasi, dan atau dengan DPD apabila RUU yangdibahas mengenai otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,pembentukan pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaansumber daya alam dan sumber daya ekonomilainnya, dan perimbangankeuangan pusat dan daerah.
2.    Keikutsertaan DPD dalam pembahasan RUU hanya sampai padatahap rapat komisi/panitiaalat kelengkapan DPR yang khususmenangani bidang legislasi.
3.    Keikutsertaan DPD dalam pembahasan RUU diwakili oleh komisiyang membidangi materi muatan RUU yang dibahas.
4.    Pembahasan bersama dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan,yaitu:
a.    Pembicaraan Tingkat I dilakukan dalam rapat paripurna. Padatingkatpertama ini apabila RUU diajukan oleh Presiden. Makayang memberi penjelasan adalah Pemerintah (Presiden) ataumenteri yang ditugasi. Tetapi apabila RUU datang dari DPRpenjelasan dilakukan oleh pimpinan komisi atau rapat gabungankomisi atau rapat panitia khusus.
b.    Pembicaraan Tingkat II dilakukan dalam rapat paripurna. Padapembicaraan tingkat II, apabila RUU dari pemerintah, makadilakukan pemandangan umum dari anggota DPR yangmembawa suara fraksinya masing-masing terhadap RUU.Pemerintah kemudian menyampaikan tanggapan terhadappemandangan umum tersebut. Apabila RUU dari DPR, makadiadakan tanggapan pemerintah terhadap RUU tersebut. Setelahitu DPR memberikan tanggapan dan penjelasan yang disampaikanoleh pimpinan komisi, gabungan komisi, atau panitia khusus atasnama DPR.
c.    Pembicaraan Tingkat III dilakukan dalam rapat komisi/rapatgabungan komisi/rapat panitia khusus.Dalam pembicaraan tingkat ini dilakukan rapat komisi/rapatgabungan komisi/rapat panitia khusus bersama pemerintahmembahas RUU tersebut secara keseluruhan mulai daripembukaan, pasal-pasal, sampai bagian akhir rancanganundangundang tersebut.
d.    Pembicaraan Tingkat IV dilakukan dalam rapat paripurna. Padatingkat yang terakhir ini dilakukan laporan hasil pembicaraan ditingkat komisi/gabungan komisi/rapat panitia khusus.Penyampaian pendapat terakhir dari fraksi-fraksi yang disampaikan oleh anggota-angotanya dan dilakukan pengambilan keputusan.Pada tingkat ini pemerintah juga diberi kesempatan untuk memberikan sambutan terhadap pengambilan keputusan tersebut.
5.    RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presidendisampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkanmenjadi UU.
6.    Penyampaian RUU tersebut dilakukan dalam jangka waktu palinglambat 7 hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
7.    RUU tersebut disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tandatangan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sejak RUU tersebutdisetujui bersama oleh DPR dan Presiden.
8.    Dalam hal RUU tidak dapat ditanda tangani oleh Presiden dalamwaktu paling lambat 30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama,maka RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan.[3]
D.     Keterlibatan Dan Pemberian Pertimbangan DPD Dalam Pembuatan Peraturan Perundang-Undangan
Sesuai dengan pasal 22D ayat (1),hanya DPR dan DPD yang bersentuhan dengan bidang pembentukan undang-undang secara lengkap pasal 22D ayat (1) menyatakan DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,pengelolaan sda dan sumber daya ekonomi laenya, serta berkaitan dengan perimbangan pusat dan daerah.[4]
            Mencermati ketentuan Pasal tersebut ada 2 (dua) kesimpulan. Pertama DPD hanya dapat mengajukan rancangan undang-undang ke DPR, hal tersebut jelas berbeda dengang ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan pasal 21 uud 1945 yang menyatakan Presiden dan DPR berhak mengajukan rancangan undang-undang. Menurut Sivitri Susanti, kata dapat dalam Pasal 22D ayat (1) tersebut membuat DPD tidak mempunyai kekuasaan legislasi yang efektif. Kedua, lingkup rancangan undang-undang yang dapat diajukan oleh DPD sangat terbatas, yakni hanya untuk urusan otonomi daerah,hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainya, serta berkaitan dengan perimbangan pusat dan daerah.[5]
            Pengaturan fungsi legislasi DPD berlanjut pada Pasal 22D ayat (2) UUD 1945  yang berbunyi DPD ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,pengelolaan sda dan sumber daya ekonomi laenya, serta berkaitan dengan perimbangan pusat dan daerah, serta memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.[6]
            Frasa ikut membahas dan memberikan pertimbangan dalam pasal tersebut sangat tidak sebanding dengan wewenang DPR bersama presidem dalam pembahasan dan persetujuan bersama dalam membuat UU. Dengan kewenanganya yang terbatas itu, Saldi Isra secara tegas menyatakan bahwa DPD tidak dapat dikatakan mempunyai fungsi legislasi. Lebih lanjut Saldi Isra mrnyatakan bahwa "fungsi legislasi harus dilihat secara utuh yaitu dimulai dari proses pengajuan samapi menyetujui rancangan undang-undang. Ketimpangan fungsi legislasi menjadi semakin nyata dengan adanya Pasal 22D ayat (1) tersebut dimana kekuasaan membentuk uu berada ditangan DPR. Dengan menggunakan cara a contrario, sebagai bagian dari lembaga perwakilan rakayat yang dapat mengajukan dan ikut membahas ruu bidang tertentu sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 22D ayat (2) DPD tidak mempunyai fungsi legislasi (Saldi Isra, 2000:348).[7]
            Melihat pasal-pasal dalam UUD 1945 yang mengatur DPD, lembaga ini tidak memiliki wewenang membentuk undang-udang bersama-sama DPR dan Presiden. Wewenang DPD hanya terbatas dan di persempit karena DPD hanya memberi pertimbangan seolah-olah DPD hanya sebagai dewan pertimbangan DPR dan Presiden saja. UUD 1945 secara eksplisit telah memangkas penggunaan fungsi legislasi yang dimiliki oleh DPD. Hal ini terlihat dalam Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 20 A ayat (1), begitu juga dengan apa yang dijabarkan lebih lanjut dalam UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dari ketentuan perundang-undangan tersebut jelas terlihat bahwa DPD hanya ikut membahas RUU tertentu yang berkaitan dengan otonomi daerah dan dapat memberi pertimbangan kepada DPR saat DPR melaksanakan kewenangaanya. Dan dari ketentuan perundang-undangan tersebut juga jelas terlihat bahwa sistem bicameral yang dituangkan dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak sesuai dengan prinsip bicameral umum dalam teori-teori kenegaraan, yakni fungsi parlemen yang dijalankan oleh dua kamar berimbang (balances) dalam proses legislasi dan pengawasan.[8]


[1]Fawaiq Sayyaf, Proses Pembentukan Perundang-undangan, https://hackerboy22.wordpress.com, Access 27 Februari 2016
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4]Hasrul Fakhur Rosyadi, Badan Pembentuk Rancangan Peraturan Perundang-Undangan, https://hasrul.blogspot.com, access 24 April 2016
[5]Al-jabrani, Badan Pembentuk Rancangan Peraturan Perundang-Undangan, https://jlaljabrani.blogspot.co.id,  access 24 April 2016
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid.

1 komentar:

  1. Casino Games – Best casino games - Dr. MD
    A look 속초 출장마사지 at 고양 출장안마 the top online 파주 출장샵 casinos with the best payouts, 창원 출장안마 bonuses, software 청주 출장샵 providers, and games to play, plus the best casinos that accept

    BalasHapus