Rabu, 22 Maret 2017

mengapa hukum memerlukan perundang-undangan




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Mengapa Hukum Memerlukan Perundang-Undangan
Hukum memerlukan perundang-undangan karena perundang-undangan adalah susunan peraturan yang mengatur sebuah Negara sehingga tercapainya Negara seperti yang tertera dalam pembukaan undang-undang dasar 1945. Perundang-undangan juga membantu hukum untuk merealisasikan fungsi-fungsi hukum atau peraturan itu sendiri dan tujuan-tujuannya dapat tercapai.[1]
Peraturan Perundang-undangan berguna untuk menciptakan kehidupan bernegara yang tertib dan aman. Suatu hukum memerlukan aturan yang sudah di kodifikasi, demi terciptanya suatu kepastian hukum, dapat menjadi pedoman hukum bagi warga negara, dan dapat mendorong terjadinya tertib hukum di masyarakat, dan Bagi lembaga-lembaga pemerintahan, peraturan Perundang-undangan untuk petunjuk dalam menjalankan tata pemerintahan sesuai dengan fungsi dan kewenangannya.[2]

B.     Fungsi Ilmu Perundang-Undangan Dalam Pembentukan Hukum
Ø  Fungsi Internal, adalah fungsi pengaturan perundang-undangan sebagai sub sistem hukum (hukum perundang-undangan) terhadap sistem kaidah hukum pada umumnya secara internal, peraturan perundang-undangan menjalankan fungsi penciptaan hukum, fungsi pembaharuan hukum, fungsi integrasi pluralisme hukum, fungsi kepastian hukum.[3]
Ø  Fungsi Eksternal, adalah keterkaitan peraturan perundang-undangan dengan tempat berlakunya. Fungsi eksternal ini dapat disebut sebagai fungsi sosial hukum, yang meliputi fungsi perubahan, fungsi stabilisasi, fungsi kemudahan. Dengan demikian, fungsi ini dapat juga berlaku pada hukum-hukum kebiasaan, hukum adat, atau hukum yurisprudensi. Bagi Indonesia, fungsi sosial ini akan lebih diperankan oleh peraturan perundang-undangan, karena berbagai pertimbangan yang sudah disebutkan di muka.[4]

C.    Konsepsi Dasar
1.      Norma-Norma Pembentuk Perundang-Undangan
a.       Norma Hukum Umum dan Norma Hukum Individual
Norma hukum umum adalah suatu norma hukum yang ditunjukan untuk orang banyak, umum, dan tidak tertentu. ‘Umum’ di sini dapat berarti bahwa suatu peraturan itu ditunjukan untuk semua orang atau semua warga negara. Sedangkan norma hukum individual adalah norma hukum yang ditujukan atau dialamatkan pada seseorang, beberapa orang atau banyak orang tertentu.[5]
b.      Norma Hukum Abstrak dan Norma Hukum Konkrit
Norma hukum abstrak adalah suatu norma hukum yang melihat pada perbuatan seseorang yang tidak ada batasnya dalam arti konkrit. Sedangkan norma hukum konkrit adalah suatu norma hukum yang melihat perbuatan seseorang itu secara lebih nyata (konkrit).[6]
c.       Norma Hukum yang Terus-Menerus dan Norma Hukum yang Sekali-Selesai
Norma hukum yang berlaku terus-menerus adalah norma hukum yang berlakunya tidak dibatasi oleh waktu, hingga peraturan itu dicabut atau diganti dengan peraturan baru. Sedangkan norma hukum yang berlaku sekali-selesai adalah norma hukum yang berlakunya hanya satu kali saja dan setelah itu selesai, jadi sifatnya hanya menetapkan saja, sehingga dengan adanya penetapan itu norma hukum selesai.[7]
d.      Norma Hukum Tunggal dan Norma hukum Berpasangan
Norma hukum tunggal adalah norma hukum yang berdiri sendiri dan tidak diikuti dengan oleh suatu norma hukum lainnya. Norma hukum ini hanya merupakan suatu suruhan tentang bagaimana seseorang bertindak atau bertingkah laku sebagaimana mestinya. Adapun norma hukum berpasangan itu terbagi 2, yaitu:
Ø Norma hukum primer, berisi tentang aturan atau patokan bagaimana cara seseorang berperilaku di dalam masyarakat.
Ø Norma hukum sekunder, berisi tentang cara penanggulangannya apabila norma hukum primer tidak terpenuhi. Norma hukum sekunder ini memberikan pedoman untuk para penegak hukum dalam bertidak apabila norma hukum primer tidak dipatuhi. Norma hukum sekunder ini juga mengandung sanksi.[8]
e.       Norma Hukum Dalam Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan perundang-undangan mengandung tiga unsur, yaitu: Norma Hukum, Sifat norma hukum dalam peraturan perundang-undangan dapat berupa perintah, larangan, pengizinan, pembebasan.[9]
f.        Norma berlaku ke luar, Riuter berpendapat bahwa, di dalam peraturan perundangan-undangan terdapat tradisi yang hendak membatasi berlakunya norma hanya bagi mereka yang tidak termasuk, dalam organisasi pemerintah. Norma hanya ditunjukan kepada rakyat dan pemerintah, hubungan antar sesamanya, maupun antar rakyat dan pemerintah. Norma yang mengatur bagian-bagian organisasi pemerintah dianggap bukan norma yang sebenarnya, dan hanya dianggap norma organisasi. Oleh karena itu, norma hukum dalam peraturan perundang-undangan selalu disebut “berlaku ke luar”.[10]
g.      Dalam hal ini terdapat pembedaan antara norma yang umum (algemeen) dan yang individual (individueel), hal ini dilihat dari adressat (alamat) yang dituju, yaitu ditunjukan kepada “setiap orang” atau kepada “orang tertentu”, serta antara norma yang abstrak dan yang konkrit jika dilihat dari hal yang diaturnya, apakah mengatur peristiwa-peristiwa yang tertentu atau mengatur peristiwa-peristiwa yang tidak tertentu.[11]
2.      Norma Fundamental Negara
Di dalam sistem Hukum Indonesia, terdapat satu sistem norma yang di sebut “subsistem norma hukum Indonesia” menurut penjelasan UUD 1945, dalam subsistem norma hukum ini pancasila ditempatkan dalam kedudukan norma tertinggi negara, apabila mengikuti teori bangunan jenjang tata hukum Hans Nawiansky, maka norma tertinggi bagi subsistem kenegaraan itu disebut norma fundamental negara.[12]
Menurut teori Kelsen-Nawiansky grundnorm atau staatsfundamentalnorm adalah sesuatu yang abstrak, diasumsikan tidak tertulis, ia tidak ditetapkan tetapi diasumsikan, tidak termasuk tatanan hukum positif, berada di luar namun menjadi dasar keberlakuan tertinggi bagi tatanan hukum positif.[13]
Seorang ahli hukum Indonesia, Notonagoro berpendapat bahwa Pancasila mengandung norma yang digali dari bumi Nusantara, semula tidak tertulis tetapi kemudian ditulis. Bangsa  Indonesia telah sepakat bahwa sistem satu nilai yang dijadikan pedoman atau norma untuk mengatur sikap dan perilaku warga negara Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ialah Pancasila.[14]
Pembukaan UUD 1945 sebagai suatu Norma Fundamental Negara, yang menurut istilah Notonagoro merupakan Pokok Kaidah Fundamental Negara Indonesia ialah norma yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau undang-undang dasar dari suatu negara, termasuk norma pengubahnya. Hakikat hukum suatu Staatsfundamentalnorm ialah syarat bagi berlakunya suatu konstitusi atau undang-undang dasar. Ia terlebih dahulu ada sebelum adanya konstitusi atau undang-undang dasar.[15]
3.      Azas Perundang-undangan
a.       Azas legalitas, berisikan “nullum delictum nula poena sine praevia lege poenali”, yang artinya tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali telah ada ketentuan atau undang-undangnya. Hal ini dapat dipahami bahwa segala perbuatan pelanggaran atau kejahatan apapun tidak dapat dipidana atau diberi hukuman bila tidak ada undang-undang yang mengaturnya.[16]
b.      “Lex specialis derogat lex generalis”, artinya hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang umum. Atau segala undang-undang ataupun peraturan yang khusus mengabaikan atau mengesampingkan undang-undang yang umum. Contoh : Apabila terdapat kekerasan dalam rumah tangga, maka pelaku dapat dikenai UU KDRT, bukan KUHPidana. Pemakaian hukum yang khusus ini antara lain karena hukumannya yang lebih berat dibandingkan dengan KUHPidana.[17]
c.       “Lex posteriori derogat lex priori”, artinya hukum yang baru mengesampingkan hukum yang lama. Maksudnya ialah, UU yang baru mengabakan atau mengesampingkan UU yang lama dalam hal yang sama. Dengan kata lain UU yang baru ini dibuat untuk melengkapi dan menyempurnakan serta mengoreksi UU yang lama. Sehingga UU yang lama sudah tidak berlaku lagi.[18]
d.      “Lex superior derogat legi inferiori”, artinya hukum yang urutan atau tingkatnya lebih tinggi mengesampingkan atau mengabaikan hukum yang lebih rendah. Bila terdapat kasus yang sama, akan tetapi ketentuan undang-undangnya berbeda, maka ketentuan undang-undang yang dipakai adalah UU yang tingkatnya lebih tinggi. Contoh : UU lebih tinggi dari PP.[19]
e.       Asas undang-undang tidak dapat diganggu gugat, asas ini misalnya secara tegas dicantumkan dalam pasal 95 ayat 2 Undang-undang Dasar Sementara 1950.[20]
f.        Peraturan Perundang-undangan sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan materil bagi masyarakat maupun individu, melalui pembaharuan atau pelestarian (asas welvaarstaat).[21]


[1] Sadam Husein, Mengapa Hukum Memerlukan perUU, http://sadam-husen.blogspot.co.id,Access 17 Februari 2017.
[2] Ibid.
[3] Imam Syafi’i, Ilmu PerUU, http://realizimamsyafii029.wordpress.com, Access 17 Februari 2017.
[4] Ibid.
[5] Zoel, Norma-Norma Pembentukan perUU, https://vjkeybot.wordpress.com, Access 17 Februari 2017.
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9]Imam Syafi’i, Op.cit.
[10] Zoel, Op.cit.
[11] Ibid.
[12] Robby, Norma-Norma Pembentukan perUU,http://masalahukum.wordpress.com, Access 17 Februari 2017.
[13] Ibid.
[14] Ibid.
[15] Zoel, Op.cit.
[16] Syauqi Nurul, Norma Pembentukan perUU,http://syauqinurul07.blogspot.com, Access 17 Februari 2017.
[17] Robby, Op.cit.
[18] Ibid.
[19] Ibid.
[20] Ibid.
[21]Syauqi Nurul, Op.cit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar