Analisis Perbandingan Hukum Pidana Islam dan
Hukum Pidana Positif tentang Tindak Pidana Pembunuhan Anak Oleh Orangtuanya
Oleh :
Vivi Gustin Liyawati
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Abstrak
Istilah
perbandingan hukum atau Comparative Law (Bahasa Inggris), atau Droit Compare
(Bahasa Perancis); baru dikenal di Amerika Serikat pada abad ke-19, pada
perguruan tinggi hukum sering menggunakan istilah Comparative Law. Rudolf B Schleisinger
(Comparative Law 1959) mengatakan bahwa, Comperative Law atau perbandingan
hukum merupakan suatu metode penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh
pengetahuan yang lebih dalam tentang bahan hukum tertentu. Perbandingan atau
Comperative adalah salah satu sumber pengetahuan yang sangat penting.
Perbandingan dapat dikatakan sebagai teknik, disiplin, pelaksanaan, dan metode
dimana nilai-nilai kehidupan manusia, huubungan dan aktivitasnya dikenal dan di
evaluasi.[1]
Maka
dari itu paper ini akan lebih detail menjabarkan tentang analisis yang mana
melihat dari suatu kasus lalu dicari persamaan dan perbedaan Hukum Pidana Islam
dan Hukum Pidana Positif tentang kasus pembunuhan anak oleh orangtuanya yang
pokok pembahasannya sangat menarik, dimana ada perbedaan yang sangat jauh
antara Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif. Adapun gagasan, ide,dan
teorinya diperoleh melalui metode studi perbandingan, artikel maupun dari
pendapat para ahli.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hukum Pidana Islam
Istilah
hukum Islam berasal dari tiga kata dasar, yaitu ‘hukum’, ‘pidana’, dan ‘Islam’.
1. Hukum = Secara sederhana hukum dapat dipahami sebagai
peraturan-peraturan atau norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam
suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh
dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan
cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa (M. Daud Ali, 1996: 38)
2. Pidana = Berarti
kejahatan, (tentang pembunuhan, perampokan, korupsi, dan lain sebagainya) bisa
disebut kejahatan.
3. Islam = Oleh
Mahmud Syaltut didefinisikan sebagai agama Allah yang diamanatkan kepada Nabi
Muhammad Saw. untuk mengajarkan dasar-dasar dan syariatnya dan juga
mendakwahkannya kepada semua manusia serta mengajak mereka untuk memeluknya.[2]
Tindak pidana dalam hukum Islam disebut dengan jinayah
yakni suatu tindakan yang dilarang oleh syara’ (Al Qur’an dan Hadis) karena
dapat menimbulkan bahaya bagi jiwa, harta, keturunan, dan akal (intelegensia).[3]
B.
Persamaan antara Hukum Pidana Islam dengan Hukum Pidana Positif
1.
Persamaan
pertama
Ø Pada dasarnya tujuan dari Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana
Positif adalah memberikan kedamaian,
keamanaa, serta melindungi kepentingan masyarakat.
Ø Penerapan hukuman pada Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif
adalah dengan tujuan agar dapat mengendalikan situasi dan masyarakat serta
untuk menimbulkan kesadaran masyarakat, dan untuk menimbulkan kesadaran bagi
para pelaku agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.
2.
Persamaan
kedua
Ø Sama-sama menaruh perhatian yang cukup besar pada kejahatan
terhadap nyawa atau yang bisa kita sebut Tindak Pidana Pembunuhan.
Ø Hukum Pidana Islam mengatur dan membahasnya dengan secara rinci
dari mulai bentuk-bentuk, unsur-unsur, sampai kepada dengan sanksi hukumnya.
Ø Hukum Pidana Positif dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Bab XIX
Tentang Kejahatan Terhadap Nyawa, didalam pasal tersebut terdapat 13 pasal,
yaitu mulai pasal 338 sampai pasal 350 yang membahas mengenai kejahatan dan
lebih khusus lagi dalam pasal-pasal tersebut lebih mengatur tentang tindak
pidana “Pembunuhan Anak” yang diatur secara rinci.
3.
Dilihat
dari pengertiannya Hukum Pidana Islam dan hukum Pidana Positif
Ø Sama-sama memberikan pengertian atau penjelasan dengan tujuan yang
sama yaitu supaya orang berprilaku dengan baik dan benar.
Ø Sama-sama memberikan penjelasan supaya kesadaran seseorang tetap
terjaga.
Ø Sama-sama membahas secara rinci mulai dari bentuk-bentuk tindak
pidana pembunuhan, sapai pada sanksi pada tiap-tiap tindak pidana pembunuhan.
4.
Dilihat
dari bentuk-bentuk tindak pidana pembunuhan menurut Hukum Pidana islam dan
Hukum Pidana Positif
Ø Adanya sanksi dalam tindak pidana pembunuhan menurut Hukum Pidana
Islam dan Hukum Pidana Positif adalah sama-sama bertujuan sebagai norma hukum
dan sebagai alat pemakasa agar seseorang mentaati norma-norma atau
aturan-aturan yang berlaku dan agar tidak menyepelekan setiap tingkah laku.[4]
C.
Perbedaan antara Hukum Pidana Islam dengan Hukum Pidana Positif.
Hukum Pidana Islam
|
Hukum Pidana Positif
|
Kurang mencerminkan keadilan dan ketegasan dalam upaya
penerapannya, dimana dalam Pidana Hukum Islam ini hukuman utamanya adalah
‘qishash’ atau balasan setimpa dengan apa yang telah dia perbuat kepada orang
lain, namun dalam salah satu syarat wajib qishash mengatakan bahwa “orang tua
tidak dihukum dengan sebab membunuh anaknya” jadi hukuman dalam tindak pidana
pembunuhan anak oleh orangtuanya menurut Hukum Pidana Islam ini tidak
dihukum.
|
Mencerminkan keadilan dan ketegasan dalam upaya penerapan tindak
pidana pembunuhan anak oleh orangtuanya. Hukuman utamanya adalah dipenjara
paling lama 15 (lima belas) tahun.
|
Masih ada perbedaan pendapat dari berbagai ulama mengenai tindak
pidana pembunuhan anak oleh orangtuanya. Para jumhur ulama berpendapat bahwa
orang tua tidak di qishash dengan sebab membunuh anaknya, namun menurut Imam
Malik tetap di qishash bagi orang tua yang membunuh anaknya, dan tidak di
qishash jika pembunuhan tersebut tidak disengaja yang dengan tujuan untuk memberikan
pelajaran kepada orang tua agar tidak semena-mena membunuh anaknya.
|
Pembunuhan anak sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) Sampai pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak. Hampir semua peraturan tersebut menitik beratkan kepada
pembunuhan atau penganiayaan terhadap anak. Yang mana anak terkadang
dijadikan pelampiasan amarah orangtuanya, karena anak nakal, kelahiran anak
yang tidak di inginkan, dll.[5]
|
Menurut sanksi Hukumannya :
Tidak di Qishash bagi orang tua yang membunuh anaknya, namun
didalam Al-Qur’an Surat Al-Maidah (45) mengatakan : “kami telah menetapkan
bagi mereka didalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa”.[6]
|
Menurut sanksi Hukumannya :
Hukuman pokok tindak pembunuhan ini masuk dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana pasal 338 dapat juga dalam pasla 80 ayat (4) UU
Perlindungan Anak no.23 tahun 2002.[7]
|
Karena kasus ini merupakan kasus pembunuhan anak oleh orangtuanya
maka masuk dalam qishahs dan didalam syarat wajib qishash dikatakan orang tua
tidak dihukum dengan sebab membunuh anaknya, tapi dalam Q.S Al-Maidah
dikatakan “Nyawa dibalas dengan nyawa”. Sedangkan dalam Q.S Al-Baqarah
178 “Diwajibkan atas kamu melaksanakan qishash berkenaan dengan orang yang
dibunuh”. Dan dalm Q.S An-Nisa’ 92 “tidak patut seseorang yang beriman
membunuh seorang yang beriman lainnya kecuali tidak sengaja, barang siapa
membunuh karena tersalah maka dia memerdekakan hamba sahaya serta membayar
diyat kepada keluarga korban, kecuali keluarga korban memaafkan/membebaskan
pembayaran tersebut.
|
Semua perbuatan yang menghilangkan nyawa seseorang, maka orang
tersebut tetap menjadi pelaku tindak pidana, dan akan dihukum sesuai dengan
ketentuan undang-undang yang berlaku dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Bab XIX Tentang Kejahatan Terhadap Nyawa, didalam pasal tersebut terdapat 13
pasal, yaitu mulai pasal 338 sampai pasal 350.[8]
|
*Dilihat dari pengertiannya :
Tidak menjelaskan adanya batasan usia anak.
*Dilihat
dari bentuk-bentuk tindak pidana pembunuhan :
1.Qatlul
‘Amdi (pembunuhan sengaja)
2.Qatlul
Syibghul ‘Amdi (pembunuhan semi sengaja)
3.Qatlul
Khatta (pembunuhan tidak sengaja)
*Dilihat
dari sanksinya
1. Secara
Umum
- Qatlul
‘Amdi (pembunuhan sengaja) = Balasan yang setimpa (qishash)
- Qatlul
Syibghul ‘Amdi (pembunuhan semi sengaja)= Dhiyat Mughalazzah (Diyat yang
diberatkan)
- Qatlul
Khatta (pembunuhan tidak sengaja)=
Dhiyat yang ringan.
2. Menurut
Jumhur Ulama
a. Imam
Syafi’i, Imam Hanafi, Imam Ja’fari, Imam Hambali, sependapat dengan Hadis
Tirmidzi “orang tua tidak dihukum dengan sebab membunuh anaknya”. Dengan
tujuan mendidik.
b. Imam
Malik:
- Pembunuhan
Sengaja = Qishash berlaku
- Pembunuhan
tidak sengaja = Qishash tidak berlaku, akan tetapi membayar dhiyat
Mughalladzah (Dhiyat uyang diperberat).
|
*Dilihat dari pengertiannya :
Adanya batasan usia pada anak seperti dalam UU no.23 th 2002
tentang perlindungan anak pasal 1 ayat 4 “Anak yang belum berusia 18 tahun
termasuk anak yang berada dalam kandungan yang mengalami penderitaan
fisik,mental dan atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana”
*Dilihat dari bentuk-bentuk tindak pidana pembunuhan :
1.Pembunuhan anak biasa dalam bentuk pokok
2.Pembunuhan anak berencana
3.Aborsi
4.Pembunuhan anak yang didahului/disertai dengan penganiayaan.
* Dilihat dari sanksinya
Secara umum seseorang yang merampas nyawa orang lain diancam
dengan pidana penjara paling lama 15 tahun (338).
a.
Pembunuhan
anak biasa dalam bentuk pokok dipidana penjara paling lama 7 tahun (pasal
341)
b.
Pembunuhan
anak berencana dipidana penjara paling lama 9 tahun (pasal 342)
c.
Aborsi
dipidana penjara paling lama 4 thaun (pasal 346)
d.
Pembunuhan
anak yang didahului/disertai dengan penganiayaan dipidana penjara paling lama
7 tahun dan ditambah pemberatan 1/3 dari ancaman awal (pasal 351)
*Didalam UU
no.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, pasal 80 ayat 3 yaitu dipidana
penjara selama 10 tahun dan/atau denda 200.000.000,- dan diperberat 1/3, jika
pelaku orang tuanya (pasal 80 ayat 4).[9]
|
BAB III
KESIMPULAN
1.1
Kesimpulan
Kasus
pembunuhan anakoleh orangtuanya ini dalam perspektif Hukum Pidana Islam dan
Hukum Pidana Positif sangatlah banyak perbedaan dalam penanganan kasusnya. Yang
mana Hukum Pidana Islam ada banyak perbedaan pendapat dari para ulama, dan
tentunya akan sedikit lebih sulit dalam menemukan titik terangnya, beda halnya
dengan Hukum Pidana Positif yang lebih kongkrit penanganannya dan penjatuhan
sanksinya telah termaktub dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
DAFTAR PUSTAKA
Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, (Bandung : PT Citra
Aditya Bakti), Hlm.184
Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, (Bandung : PT Citra
Aditya Bakti), Hlm.191.
Irma Setyowati Soemitro, 1990, Aspek Perlindungan Hukum Anak,
(Jakarta : Bumi Aksara), Hlm.55.
Sulaiman Rasjid, 2013, Fiqih Islam, (Bandung : Sinar Baru
Algensindo), Hlm.431.
T,P, 2012, UU Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,
(Bandung : Citra Umbara), Hlm. 78.
Moeljatno, 2008, KHUP, (Jakarta : Bumi Aksara), Hlm.122-125.
http://digilib.uinsby.ac.id/3345/5/Bab%204.pdf
[1] Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, (Bandung :
PT Citra Aditya Bakti), Hlm.184
[3] Ibid.
[4] Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, (Bandung :
PT Citra Aditya Bakti), Hlm.191.
[5] Irma Setyowati Soemitro, 1990, Aspek Perlindungan
Hukum Anak, (Jakarta : Bumi Aksara), Hlm.55.
[6] Sulaiman Rasjid, 2013, Fiqih Islam, (Bandung :
Sinar Baru Algensindo), Hlm.431.
[7] T,P, 2012, UU Nomor 23 tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak, (Bandung : Citra Umbara), Hlm. 78.
[8] Moeljatno, 2008, KHUP, (Jakarta : Bumi
Aksara), Hlm.122-125.
[9] http://digilib.uinsby.ac.id/3345/5/Bab%204.pdf
How To Play Baccarat - Wurrione
BalasHapusHow to Play Baccarat — Baccarat is one of the most popular forms of 메리트카지노총판 baccarat. It can be 인카지노 played from anywhere in the world, and is the most 바카라 popular game