PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
A.
Teknik Penyusunan Peraturan
Perundang-Undangan
Pada
dasarnya proses pembuatan UU setelah berlakunya UU PPP terbagi menjadi beberapa
tahapan, yaitu:
a.
Perencanaan,
b.
Persiapan,
c.
Teknik penyusunan,
d.
Perumusan dan pembahasan,
e.
Pengesahan,
f.
Pengundangan, dan
Berdasarkan UU
No. 12 Tahun 2011 proses pembentukan Undang-
Undang dapat
dibagi menjadi 3 tahap.[1]
B.
Pembuatan Dan Pengajuan Rancangan
Peraturan Perundang-Undangan
Dalam
pembentukan UU, Rancangan Undang-Undang (RUU) dapatberasal dariPresiden, DPR,
maupun DPD (Dewan Perwakilan Daerah), namun untuk RUU yangdiajukan oleh DPD hanya
diperkenankan RUUberkaitan dengan:
a.
Otonomi Daerah;
b.
Hubunganpusat dengan daerah;
c.
Pembentukandan pemekaran serta
penggabungan daerah;
d.
Pengelolaansvumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya;
e.
Perimbangankeuangan pusat dan
daerah.[2]
C.
Pembahasan Rancangan Peraturan
Perundang-Undangan
1.
Pembahasan RUU di DPR dilakukan
oleh DPR bersama Presidenatau menteri yang ditugasi, dan atau dengan DPD
apabila RUU yangdibahas mengenai otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah,pembentukan pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaansumber daya
alam dan sumber daya ekonomilainnya, dan perimbangankeuangan pusat dan daerah.
2.
Keikutsertaan DPD dalam
pembahasan RUU hanya sampai padatahap rapat komisi/panitiaalat kelengkapan DPR
yang khususmenangani bidang legislasi.
3.
Keikutsertaan DPD dalam
pembahasan RUU diwakili oleh komisiyang membidangi materi muatan RUU yang
dibahas.
4.
Pembahasan bersama dilakukan
melalui tingkat-tingkat pembicaraan,yaitu:
a.
Pembicaraan Tingkat I dilakukan
dalam rapat paripurna. Padatingkatpertama ini apabila RUU diajukan oleh
Presiden. Makayang memberi penjelasan adalah Pemerintah (Presiden) ataumenteri
yang ditugasi. Tetapi apabila RUU datang dari DPRpenjelasan dilakukan oleh
pimpinan komisi atau rapat gabungankomisi atau rapat panitia khusus.
b.
Pembicaraan Tingkat II dilakukan
dalam rapat paripurna. Padapembicaraan tingkat II, apabila RUU dari pemerintah,
makadilakukan pemandangan umum dari anggota DPR yangmembawa suara fraksinya
masing-masing terhadap RUU.Pemerintah kemudian menyampaikan tanggapan
terhadappemandangan umum tersebut. Apabila RUU dari DPR, makadiadakan tanggapan
pemerintah terhadap RUU tersebut. Setelahitu DPR memberikan tanggapan dan
penjelasan yang disampaikanoleh pimpinan komisi, gabungan komisi, atau panitia
khusus atasnama DPR.
c.
Pembicaraan Tingkat III dilakukan
dalam rapat komisi/rapatgabungan komisi/rapat panitia khusus.Dalam pembicaraan
tingkat ini dilakukan rapat komisi/rapatgabungan komisi/rapat panitia khusus
bersama pemerintahmembahas RUU tersebut secara keseluruhan mulai daripembukaan,
pasal-pasal, sampai bagian akhir rancanganundangundang tersebut.
d.
Pembicaraan Tingkat IV dilakukan
dalam rapat paripurna. Padatingkat yang terakhir ini dilakukan laporan hasil
pembicaraan ditingkat komisi/gabungan komisi/rapat panitia khusus.Penyampaian
pendapat terakhir dari fraksi-fraksi yang disampaikan oleh anggota-angotanya
dan dilakukan pengambilan keputusan.Pada tingkat ini pemerintah juga diberi
kesempatan untuk memberikan sambutan terhadap pengambilan keputusan tersebut.
5.
RUU yang telah disetujui bersama
oleh DPR dan Presidendisampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk
disahkanmenjadi UU.
6.
Penyampaian RUU tersebut
dilakukan dalam jangka waktu palinglambat 7 hari terhitung sejak tanggal
persetujuan bersama.
7.
RUU tersebut disahkan oleh
Presiden dengan membubuhkan tandatangan dalam jangka waktu paling lambat 30
hari sejak RUU tersebutdisetujui bersama oleh DPR dan Presiden.
8.
Dalam hal RUU tidak dapat ditanda
tangani oleh Presiden dalamwaktu paling lambat 30 hari sejak RUU tersebut
disetujui bersama,maka RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan.[3]
D.
Keterlibatan Dan Pemberian
Pertimbangan DPD Dalam Pembuatan Peraturan Perundang-Undangan
Sesuai
dengan pasal 22D ayat (1),hanya DPR dan DPD yang bersentuhan dengan bidang
pembentukan undang-undang secara lengkap pasal 22D ayat (1) menyatakan DPD
dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
otonomi daerah,hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah,pengelolaan sda dan sumber daya ekonomi laenya, serta
berkaitan dengan perimbangan pusat dan daerah.[4]
Mencermati ketentuan Pasal tersebut
ada 2 (dua) kesimpulan. Pertama DPD hanya dapat mengajukan rancangan
undang-undang ke DPR, hal tersebut jelas berbeda dengang ketentuan Pasal 5 ayat
(1) dan pasal 21 uud 1945 yang menyatakan Presiden dan DPR berhak mengajukan
rancangan undang-undang. Menurut Sivitri Susanti, kata dapat dalam Pasal 22D
ayat (1) tersebut membuat DPD tidak mempunyai kekuasaan legislasi yang efektif.
Kedua, lingkup rancangan undang-undang yang dapat diajukan oleh DPD sangat
terbatas, yakni hanya untuk urusan otonomi daerah,hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainya, serta berkaitan dengan perimbangan pusat
dan daerah.[5]
Pengaturan fungsi legislasi DPD
berlanjut pada Pasal 22D ayat (2) UUD 1945
yang berbunyi DPD ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan
dengan otonomi daerah,hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran
serta penggabungan daerah,pengelolaan sda dan sumber daya ekonomi laenya, serta
berkaitan dengan perimbangan pusat dan daerah, serta memberikan pertimbangan
kepada DPR atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara
dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.[6]
Frasa ikut membahas dan memberikan
pertimbangan dalam pasal tersebut sangat tidak sebanding dengan wewenang DPR
bersama presidem dalam pembahasan dan persetujuan bersama dalam membuat UU.
Dengan kewenanganya yang terbatas itu, Saldi Isra secara tegas menyatakan bahwa
DPD tidak dapat dikatakan mempunyai fungsi legislasi. Lebih lanjut Saldi Isra
mrnyatakan bahwa "fungsi legislasi harus dilihat secara utuh yaitu dimulai
dari proses pengajuan samapi menyetujui rancangan undang-undang. Ketimpangan
fungsi legislasi menjadi semakin nyata dengan adanya Pasal 22D ayat (1)
tersebut dimana kekuasaan membentuk uu berada ditangan DPR. Dengan menggunakan
cara a contrario, sebagai bagian dari lembaga perwakilan rakayat yang dapat
mengajukan dan ikut membahas ruu bidang tertentu sebagaimana dimaksudkan dalam
pasal 22D ayat (2) DPD tidak mempunyai fungsi legislasi (Saldi Isra, 2000:348).[7]
Melihat pasal-pasal dalam UUD 1945
yang mengatur DPD, lembaga ini tidak memiliki wewenang membentuk undang-udang
bersama-sama DPR dan Presiden. Wewenang DPD hanya terbatas dan di persempit
karena DPD hanya memberi pertimbangan seolah-olah DPD hanya sebagai dewan
pertimbangan DPR dan Presiden saja. UUD 1945 secara eksplisit telah memangkas
penggunaan fungsi legislasi yang dimiliki oleh DPD. Hal ini terlihat dalam
Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 20 A ayat (1), begitu juga dengan apa yang
dijabarkan lebih lanjut dalam UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan Kedudukan
MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dari ketentuan perundang-undangan tersebut jelas
terlihat bahwa DPD hanya ikut membahas RUU tertentu yang berkaitan dengan
otonomi daerah dan dapat memberi pertimbangan kepada DPR saat DPR melaksanakan
kewenangaanya. Dan dari ketentuan perundang-undangan tersebut juga jelas
terlihat bahwa sistem bicameral yang dituangkan dalam UUD 1945 hasil amandemen
tidak sesuai dengan prinsip bicameral umum dalam teori-teori kenegaraan, yakni
fungsi parlemen yang dijalankan oleh dua kamar berimbang (balances) dalam proses
legislasi dan pengawasan.[8]
[1]Fawaiq Sayyaf, Proses Pembentukan Perundang-undangan, https://hackerboy22.wordpress.com, Access 27 Februari 2016
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4]Hasrul Fakhur Rosyadi, Badan Pembentuk Rancangan Peraturan
Perundang-Undangan, https://hasrul.blogspot.com, access 24 April 2016
[5]Al-jabrani, Badan Pembentuk Rancangan Peraturan Perundang-Undangan, https://jlaljabrani.blogspot.co.id,
access 24 April 2016
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
Casino Games – Best casino games - Dr. MD
BalasHapusA look 속초 출장마사지 at 고양 출장안마 the top online 파주 출장샵 casinos with the best payouts, 창원 출장안마 bonuses, software 청주 출장샵 providers, and games to play, plus the best casinos that accept