Rabu, 22 Maret 2017

PERUBAHAN, PENCABUTAN DAN PEMBATALAN PERUNDANG-UNDANGAN



PERUBAHAN, PENCABUTAN DAN PEMBATALAN PERUNDANG-UNDANGAN
Proses untuk membuat suatu peraturan perundang-undangan atau ketentuan dalam peraturan perundangan-undangan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sedangkan, ‘tidak berlaku’ adalah sebuah keadaan ketika suatu peraturan perundang-undangan atau ketentuannya tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pada dasarnya, suatu peraturan perundang-undangan atau ketentuan dalam peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut oleh peraturan perundang-undangan yang setara, misal: Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mencabut Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, sebagaimana dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 102 UU 12/2011 berikut ini:[1]
“Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.”
Di sisi lain, jika kata dicabut dimaknai sebagai keadaan ketika suatu peraturan perundang-undangan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka sebuah “pencabutan” bisa dilakukan pelaku kekuasaan kehakiman atau pengadilan yang memiliki yurisdiksi untuk melakukan pengujian terhadap peraturan perundang-undangan tersebut. Untuk menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang (“UU”) terhadap UU diajukan ke Mahkamah Agung (Pasal 24A ayat [1] UUD 1945), sedangkan untuk menguji UU terhadap UUD 1945 diajukan kepada Mahkamah Konstitusi (Pasal 24C ayat [1] UUD 1945). Pengadilan-pengadilan tersebut dapat menyatakan bahwa suatu perundang-undangan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.[2]
Dari pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa ada dua cara untuk menyatakan suatu peraturan perundang-undangan, dalam hal ini UU, tidak berlaku :
ü  Apabila dalam keadaan yang pertama, yang berhak mencabut UU adalah yang memiliki kewenangan untuk membentuk UU, yaitu DPR bersama Presiden. Apabila suatu UU sudah mencabut UU sebelumnya, maka secara langsung UU yang dicabut tidak berlaku lagi begitu UU yang baru mulai berlaku.
ü  Dalam keadaan kedua pun ketentuan-ketentuan dalam UU yang sudah dinyatakan tidak berlaku akan otomatis tidak berlaku lagi karena sudah dinyatakan inkonstitusional (bertentangan dengan UUD 1945) oleh Mahkamah Konstitusi. Putusan Mahkamah Konstitusi ini bersifat final, sehingga tidak ada upaya hukum lagi terhadap putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.
Pada dasarnya, Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 12/2011”) tidak mengenal istilah pembatalan undang-undang. Istilah “batal” sedikit disinggung yang mana dapat kita temukan dalam penjelasan Pasal 5 huruf b UU 12/2011 yang antara lain mengatakan bahwa peraturan perundang-undangan dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang. Oleh karena itu, di bawah ini kami akan fokus kepada penjelasan soal pencabutan undang-undang.[3]
Suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh peraturan perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi. Pencabutan peraturan perundang-undangan dengan peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi itu dilakukan jika peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi itu dimaksudkan untuk menampung kembali seluruh atau sebagian materi peraturan perundang-undangan lebih rendah yang dicabut itu (Lampiran II Nomor 158 dan 159 UU 12/2011).
Jika ada peraturan perundang-undangan lama yang tidak diperlukan lagi dan diganti dengan peraturan perundang-undangan baru, peraturan perundang-undangan yang baru harus secara tegas mencabut peraturan perundang-undangan yang tidak diperlukan itu. Jika materi dalam peraturan perundang-undangan baru menyebabkan perlunya penggantian seluruh atau sebagian materi dalam peraturan perundang-undangan lama, di dalam peraturan perundang-undangan baru harus secara tegas diatur mengenai pencabutan seluruh atau pencabutan sebagian peraturan perundang-undangan. Demikian yang disebut dalam Lampiran II Nomor 221 dan 222 UU 12/2011.
Maria Farida Indrati Soeprapto dalam bukunya Ilmu Perundang-Undangan Proses dan Teknik Pembentukannya (hal. 174) mengatakan bahwa pengertian pencabutan peraturan perundang-undangan berbeda dengan pengertian perubahan peraturan perundang-undangan sehingga pencabutan peraturan perundang-undangan tidak merupakan bagian dari perubahan peraturan perundang-undangan.
Demi kepastian hukum, pencabutan peraturan perundang-undangan hendaknya tidak dirumuskan secara umum, tetapi menyebutkan dengan tegas peraturan perundang-undangan mana yang dicabut. (Ibid, hal. 133).
Proses pencabutan undang-undang: Undang-undang merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana disebut dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c UU 12/2011. Tidak seperti Rancangan Undang-Undang (“RUU”) yang berasal dari DPR, Presiden, atau DPD pada umumnya yang harus disertai Naskah Akademik, RUU mengenai pencabutan undang-undang tidak disertai naskah akademik [Lihat Pasal 43 ayat (3) dan (4) huruf c UU 12/2011]. Jadi, menjawab pertanyaan Anda, secara proses, pembentukan suatu undang-undang yang mencabut suatu undang-undang, sama dengan proses pembentukan undang-undang pada umumnya, bedanya adalah tidak ada naskah akademik.
Penjelasan lebih lanjut mengenai proses pembentukan undang-undang yang mencabut suatu undang-undang lain mulai dari bentuk RUU yang berasal dari Presiden maupun DPR sampai dengan RUU yang telah mendapat persetujuan bersama DPR dengan Presiden dan disahkan serta diundangkan dalam lembaran Negara Republik Indonesiadapat Anda simak dalam artikel Proses Pembentukan Undang-Undang.
Maria juga menjelaskan teori tentang pencabutan undang-undang (Ibid, 174-176). Ia menjelaskan (sebagaimana kami sarikan) bahwa secara teori, pencabutan undang-undang dibagi menjadi dua:[4]
1.    Pencabutan dengan Penggantian
Suatu pencabutan dengan penggantian terjadi apabila suatu undang-undang yang ada digantikan dengan suatu undang-undang yang baru. Dalam pencabutan dengan penggantian ini, ketentuan pencabutan tersebut dapat diletakkan di depan (dalam Pembukaan) ataupun diletakkan di belakang (dalam Ketentuan Penutup).
Apabila ketentuan pencabutan tersebut diletakkan di depan (dalam Pembukaan), maka ketentuan pencabutan ini berakibat bahwa undang-undang yang dinyatakan dicabut itu akan tercabut beserta akar-akarnya, dalam arti undang-undang tersebut tercabut beserta seluruh peraturan pelaksanaannya.
Contoh perumusannya:
MEMUTUSKAN:

Dengan mencabut          : UNDANG-UNDANG NOMOR … TAHUN … TENTANG …
Menetapkan                  : UNDANG-UNDANG TENTANG …

Apabila ketentuan pencabutan tersebut diletakkan di belakang (dalam Ketentuan Penutup), undang-undang yang dicabut itu akan tercabut, tetapi tidak beserta akar-akarnya, dalam arti undang-undang tersebut tercabut akan tetapi peraturan pelaksanaannya masih dapat dinyatakan berlaku.

Contoh perumusannya:

KETENTUAN PENUTUP:

Pasal …
Dengan berlakunya Undang-Undang ini maka Undang-Undang Nomor .. Tahun … tentang … dinyatakan tidak berlaku (dicabut).

2.    Pencabutan tanpa Penggantian
Dalam pencabutan suatu undang-undang yang dilakukan tanpa penggantian, kerangka (kenvorm) dari undang-undang tersebut mempunyai kesamaan dengan perubahan undang-undang, yaitu dalam batang tubuhnya akan terdiri atas dua pasal yang berisi:[5]
a.    Pasal 1: berisi tentang ketentuan pencabutan.
b.    Pasal 2: berisi tentang ketentuan mulai berlakunya undang-undang tersebut.
 Walaupun secara teori terdapat dua cara pencabutan terhadap undang-undang, namun demikian dalam Lampiran II Nomor 146 UU 12/2011 hanya dirumuskan satu cara pencabutan, yaitu pencabutan undang-undang yang diletakkan dalam Ketentuan Penutup. 


[1] Maria Farida Indrati Soeprapto. 1998. Ilmu Perundang-Undangan Dasar-Dasar dan Pembentukannya. Kanisius: Yogyakarta.
[2] ibid
[3] Maria Farida Indrati Soeprapto. 2007. Ilmu Perundang-undangan Proses dan Teknik Pembentukannya. Yogyakarta: Kanisius.
[4] Maria Farida Indrati Soeprapto. 2007. Ilmu Perundang-undangan Proses dan Teknik Pembentukannya. Yogyakarta: Kanisius.
[5] Maria Farida Indrati Soeprapto. 2007. Ilmu Perundang-undangan Proses dan Teknik Pembentukannya. Yogyakarta: Kanisius.

1 komentar:

  1. Perbedaan antara pencabutan tanpa penggantian dan pencabutan dengan penggantian

    BalasHapus