A.Pengertian Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
Adalah hukum formil yang berfungsi
untuk menegakkan hukum materiilnya, yaitu bagian dari hukum konstitusi yang
menjadi wewenang MK. Oleh karena itu keberadaan Hukum Acara MK dapat
disejajarkan dengan Hukum Acara Pidana, Hukum Acara Perdata, dan Hukum Acara
Peradilan Tata Usaha Negara.[1]
B. Asas Hukum
Acara Mahkamah Konstitusi
1)
Persidangan
terbuka untuk umum
Pasal
19 Undang-Undang No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa
pengadilan terbuka untuk umum kecuali undang-undang menentukan lain. Hal ini
juga berlaku bagi persidangan pengujian undang-undang. Dalam Pasal 40 ayat (1)
UU MK menyatakan bahwa persdiangan terbuka untuk umum, kecuali rapat
permusyawaratan hakim. Persidangan yang terbuka merupakan sarana pengawasan
secara langsung oleh rakyat. Rakyat dapat menilai kinerja para hakim dalam
memutus sengketa konstitusional.[2]
2)
Independen
dan imparsial
MK merupakan pemegang
kekuasaan kehakiman yang bersifat mandiri dan merdeka. Sifat mandiri dan
merdeka berkaitan dengan sikap imparsial (tidak memihak). Sikap independen dan imparsial
yang harus dimiliki hakim bertujuan agar menciptakan peradilan yang netral dan
bebas dari campur tangan pihak manapun. Sekaligus sebagai upaya pengawasan
terhadap cabang kekuasaan lain. Selain itu hakim MK juga menjunjung tinggi
konstitusi sebagai bagian dalam sengketa pengujian undang-undang. Apabila hakim
tidak dapat menempatkan dirinya secara imbang merupakan penodaan terhadap
konstitusi.[3]
3)
Peradilan
cepat, sederhana, dan murah
Pasal
4 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman mengamanatkan bahwa peradilan harus
dilaksanakan secara sederhana, cepat, dan biaya ringan. Dalam prakteknya MK
membuat terobosan besar dengan menyediakan sarana sidang jarak jauh melalui
fasilitas video conferrence. Hal ini merupakan bagian dari upaya MK mewujudkan
persidangan yang efisien.[4]
4)
Putusan
bersifat erga omnes
Berbeda
dengan peradilan di MA yang bersifat inter partes artinya hanya mengikat para
pihak bersengketa dan lingkupnya merupakan peradilan umum. Pengujian
undang-undang di MK merupakan peradilan pada ranah hukum publik. Sifat
peradilam di MK adalah erga omnes yang mempunyai kekuatan mengikat. Dengan
demikian putusan pengadilan berlaku bagi siapa saja-tidak hanya bagi para pihak
yang bersengketa.[5]
5)
Hak
untuk didengar secara seimbang (audi et alteram partem)
Dalam berperkara semua
pihak baik pemohon atau termohon beserta penasihat hukum yang ditunjuk berhak
menyatakan pendapatnya di muka persidangan. Setiap pihak mempunyai kesempatan
yang sama dalam hal mengajukan pembuktian guna menguatkan dalil masing-masing.[6]
6)
Hakim
aktif dan pasif dalam persidangan
Karakteristik
peradilan konstitusi adalah kental dengan kepentingan umum ketimbang
kepentingan perorangan. Sehingga proses persidangan tidak dapat digantungkan
melulu pada inisiatif para pihak. Mekanisme constitutional control harus
digerakkan pemohon dengan satu permohonan dan dan dalam hal demikian hakim
bersifat pasif dan tidak boleh aktif melakukan inisiatif untuk melakukan
pengujian tanpa permohonan.[7]
7)
Ius
curia novit
Pasal
16 UU Kekuasaan Kehakiman menyatakan pengadilan tidak boleh menolak memeriksa,
mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih tidak ada dasar
hukumnya atau kurang jelas melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
Dengan demikian pengadilan dianggap mengetahui hukum. Asas ini ditafsirkan
secara luas sehingga mengarahkan hakim pada proses penemuan hukum (rechts
vinding) untuk menemukan keadilan. [8]
C. Sumber Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
Dalam mewujudkan fungsinya itu pada dasarnya
terimplementasi dalam proses peradilan yang menjadi wewenang Mahkamah
Konstitusi. Sebagai sebuah lembaga peradilan, maka tentu proses peradilan di
Mahkamah Konstitusi diatur dalam suatu hukum acara dan yang menjadi sumber
hukum dari hukum acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah sebagai
berikut:
- UUD 1945
- UU NO. 24 TAHUN 2003 (dan UU terkait);
- PMK-PMK
- PUTUSAN MK
- Konvensi/Perjanjian Internasion• PMK Nomor 006/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang.
- PMK Nomor 008/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara.
- PMK Nomor 15/PMK/2008 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah.
- PMK Nomor 16/PMK/2009 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
- PMK Nomor 17/PMK/2009 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden.
- PMK Nomor 18/PMK/2009 tentang Pedoman Pengajuan Permohonan Elektronik (Electronic Filing) Dan Pemeriksaan Persidangan Jarak Jauh (Video Conference).
- PMK Nomor 19/PMK/2009 tentang Tata Tertib Persidangan.
- PMK Nomor 21/PMK/2009 tentang Pedoman Beracara Dalam memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden.[9]
D. Wewenang MK
Memahami sumber-sumber hukum acara Mahkamah
Konstitusi di atas, maka tampak sejumlah ketentuan yang menjadi sumber hukum
acara pada Mahkamah Konstitusi yang meangacu pada kewenanga mengadili dari
Mahkamah Konstitusi. Dalam hal ini Mahkamah Konstitusi berwenang memutus:
-
Pengujian UU terhadap UUD;
-
Sengketa Kewenangan Konstitusional Antar Lembaga Negara;
-
Perselisihan Hasil Pemilu;
-
Pembubaran Partai Politik;
-
Pendapat DPR mengenai Pelanggaran Hukum Presiden dan/atau Wapres.
Dari setiap kewenangan mengadili yang
dimiliki Mahkamah Konstitusi itu terdapat kekhususannya hukum acaranya
masing-masing.[10]
[1]
Robby Aneuknagroe, Pengertian Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, https://masalahukum.wordpress.com,
access 12 Desember 2015
[2]
Fatahilla, Asas Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, http://fatahilla.blogspot.co.id,
acces 12 Desember 2015
[3]
Ibid.
[4]
Ibid.
[5]
Mumtazz, Asas Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, https://mumtazz10.wordpress.com,
acces 12 Desember 2015
[6]
Ibid.
[7]
Ibid.
[8]
Nabilah Ruliyanti, Asas Hukum Acara MK, https://nabilahruliuanyi.blogspot.com,
access 12 Desember 2015
[9]
Yeremia, Cacatan Hukum Acara Mahkamah
Konstitusi, http://yeremiaindonesia.wordpress.com, access 12 Desember 2015
[10]
Noni Ajeng, Wewenang Mahkamah Konstitusi, http://blogneniajeng.blogspot.co.id,
acces 12 Desember 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar