Senin, 14 Desember 2015

Bidang/lapangan Hukum Perdata



A.Pengertian Hukum Perdata
            Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo-Saxon (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini.[1]


B.Asas-Asas Hukum Perdata
            Beberapa asas yang terkandung dalam KUHPdt yang sangat penting dalam Hukum Perdata adalah:
1)    Asas kebebasan berkontrak
2)    Asas Konsesualisme
3)    Asas Kepercayaan
4)    Asas Kekuatan Mengikat
5)    Asas Persamaan hukum
6)    Asas Keseimbangan
7)    Asas Kepastian Hukum
8)    Asas Moral
9)    Asas Perlindungan
10) Asas Kepatutan
11) Asas Kepribadian (Personality)[2]
C. Sumber Hukum Perdata
1. Herziene Inlandsch Reglemen (HIR)
HIR adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku untuk daerah Pulau Jawa dan Madura. Hukum Acara perdata dalam HIR dituangkan pada Pasal 115-245 yang termuat dalam BAB IX,  serta beberapa pasal yang tersebar antara Pasal 372-394. Pasal 115 s/d Pasal 117 HIR tidak berlaku lagi berhubung dihapusnya Pengadilan Kabupaten oleh UU No.[3]
2. Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg)
RBg adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku untuk daerah-daerah luar pulau Jawa dan Madura. RBg terdiri dari 5 (lima) BAB dan 723 (tujuh ratus dua puluh tiga) pasal yang mengatur tentang pengadilan pada umumnya dan acara pidananya tidak berlaku lagi dengan adanya Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951.Ketentuan Hukum Acara Perdata yang termuat dalam BAB II Title I, II, III, VI, dan VII tidak berlaku lagi, yang masih berlaku hingga sekarang adalah Title IV dan V bagi Landraad (sekarang Pengadilan Negeri).[4]


3. Burgerlijk Wetboek (BW)
Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang–Undang Hukum Perdata), meskipun sebagai kodifikasi Hukum Perdata Materiil, namun juga memuat Hukum Acara Perdata, terutama dalam Buku IV tentang pembuktian dan daluarsa (Pasal 1865- Pasal 1993.[5]
4. Ordonansi Tahun 1867 Nomor 29
Ordonansi Tahun 1867 Nomor 29 ini memuat ketentuan Hukum Acara Perdata tentang kekuatan pembuktian tulisan-tulisan dibawah tangan dari orang-orang Indonesia (Bumiputera) atau yang dipersamakan dengan mereka. Pasal-pasal ordonasi ini diambil oper dalam penyusunan Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg).[6]
5. Wetboek van Koophandel (WVK)
Wetboek van Koophandel (Kitab Undang-undang Dagang), meskipun juga sebagai kodifikasi Hukum Perdata Materiil, namun didalamnya ada beberapa pasal yang memuat ketentuan Hukum Acara Perdata (Misalnya Pasal 7, 8, 9, 22,).[7]
6. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 adalah Undang-Undang tentang kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang memuat ketentuan-ketentuan hukum acara perdata khusus untuk kasus kepailitan.[8]
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 adalah Undang-undang tentang Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura yang berlaku sejak 24 Juni 1947, dengan adanya undang-undang ini, peraturan mengenai banding dalam HIR pasal 188 – 194 tidak berlaku lagi.[9]




           


[1] Wikipedia, Pengertian Hukum Perdata, https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata, acces 19 Oktober 2015
[2] Yoseph, Asas Hukum Perdata, http://yosepaliyinsh.blogspot.co.id, acces 19 Oktober 2015
[3] Law File, Sumber Hukum Perdata, http://www.lawlife.blogger.co.id, acces 19 Oktober 2015
[4] Ibid
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Scribd, Sumber Hukum Perdata, http://www.scribd.com, access 19 Oktober 2015
[8] Scribdinfo, Sumber Hukum Perdata, http://www.scribdinfo.com, access 19 Oktober 2015
[9] Karlia, Sumber Hukum Perdata, https://karlinaaafaradila.wordpress.com, access 19 Oktober 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar