Senin, 14 Desember 2015

Bidang/lapangan Hukum Agraria



Pengertian Hukum Agraria
Pengertian hukum agraria dalam arti sempit adalah sebuah hukum tanah yang hanya mengatur masalah pertanian, atau mengenai permukaan tanah dan kulit bumi saja. Pengertian Hukum agraria dalam arti luas adalah seluruh kaidah hukum baik yang tertulis ataupun tidak tertulis yang mengatur masalah bumi, air dalam batas-batas tertentu dan ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung didalam bumi.[1]


B. Aas Hukum Agraria
1)      Asas Kebangsaan
Menurut Pasal 1 ayat (1) UUPA, seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah, air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia dan seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan nasional Indonesia.[2]
2)      Asas Tingkatan yang Tertinggi, Bumi, Air, Ruang Angkasa dan Kekayaan Alam yang Terkandung di dalamnya Dikuasai oleh Negara
Asas ini didasari pada Pasal 2 ayat (1) UUPA. Sesuai dengan pendirian tersebut, perkataan “dikuasai” di sini bukan berarti dimiliki, akan tetapi adalah pengertian yang memberikan wewenang kepada Negara sebagai organisasi kekuasaan bangsa Indonesia pada tingkatan yang tertinggi untuk:
-          Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam;
-          Menentukan dan mengatur hak dan kewajiban yang dapat dipunyai atas bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang ditimbulkan dari hubungan kepentingan orang dan unsur agraria itu;
-          Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum terkait bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.[3]

3)      Asas Mengutamakan  Kepentingan Nasional dan Negara berdasarkan atas Persatuan bangsa daripada Kepentingan Perseorangan dan Golongan
Dapat dilihat dalam Pasal 3 UUPA. Sekalipun hak ulayat (tanah bersama menurut hukum adat) masih diakui keberadaannya dalam sistem Hukum Agraria Nasional, akan tetapi karena pelaksanaannya berdasarkan asas ini, maka untuk kepentingan pembangunan, masyarakat hukum adat tidak dibenarkan untuk menolak penggunaan tanah untuk pembangunan dengan dasar hak ulayatnya. Sehingga Negara memiliki hak untuk membuka tanah secara besar-besaran, misalnya untuk kepentingan transmigrasi, areal pertanian baru dan alasan lain yang merupakan kepentingan nasional.[4]

4)      Asas Semua Hak Atas Tanah Mempunyai Fungsi Sosial
Asas ini tertulis dalam Pasal 6, berarti bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidak dapat dibenarkan bila digunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, terutama apabila hal tersebut menimbulkan kerugian bagi masyarakat.[5]

5)      Asas Hanya Warga Negara Indonesia yang Dapat Mempunyai Hak Milik atas Tanah
Asas ini dapat ditemui dalam Pasal 21 ayat (1) UUPA.Hak milik adalah hak tertinggi yang dapat dimiliki individu dan berlaku selamanya. Hak milik tidak dapat dipunyai oleh orang asing. Asas ini tidak mencakup warga negara Indonesia yang menikah dengan orang asing. Karena saat menikah terjadi percampuran harta, sehingga pasangan warga negara Indonesia yang memiliki hak milik akan kehilangan haknya. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dibuat perjanjian pra-nikah yang menyatakan pemisahan harta.[6]

6)      Asas Persamaan bagi setiap Warga Negara Indonesia
Sesuai dengan Pasal 9 ayat (2) bahwa tiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh suatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.[7]

7)      Asas Tanah Pertanian Harus Dikerjakan atau Diusahakan secara Arif oleh Pemiliknya Sendiri dan Mencegah Cara-cara Bersifat Pemerasan
Asas ini terdapat pada Pasal 10 ayat (1) UUPA. Munculnya kegiatan land reform atau agrarian reform, yaitu perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan tanah. Sehingga tanah yang dimiliki atau dikuasai seseorang tetapi tidak digunakan sebagaimana mestinya dapat digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat.[8]

8)      Asas Tata Guna Tanah/Penggunaan Tanah Secara Berencana
Hal ini tertulis dalam Pasal 14 ayat (1) UUPA. Untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita bangsa dan Negara Indoensia dalam bidang agraria, perlu adanya suatu rencana mengenai peruntukan, penggunaan dan persediaan bumi, air, dan ruang angkasa untuk berbagai kepentingan hidup rakyat dan Negara. Rencana ini dibuat dalam bentuk Rencana Umum yang meliputi seluruh wilayah Indonesia, yang kemudian dirinci lebih lanjut menjadi rencana-rencana khusus tiap daerah.[9]
C. Sumber Hukum Agraria
a)      Sumber-sumber Hukum Agraria Tertulis
a.       Sumber hukum Agraria yang terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945.
b.      Sumber Hukum Agraria yang tercantum dalam Undang-undang Pokok Agraria.
c.       Sumber Hukum Agraria ynag termuat dalam peraturan lama dengan syarat tertentu berdasarkan peraturan atau pasal peralihan. Pasal peralihan yang dimakasud ialah Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58.
b)      Sumber-sumber Hukum Agraria Tidak Tertulis
a.       Kebiasaan baru yang timbul sesudah berlakunya Undang-undang Pokok Agraria, misalnya yurisprudensi dan Praktek Agraria.
b.      Hukum adat yang lama dengan syarat-syarat tertentu dimana hukum agraria memuat peraturan dalam hukum adat sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan Nasional dan Negara.[10]


[1] Seputar Pendidikan, Pengertian Hukum Agraria, http://seputarpendidikan003.blogspot.co.id, access 12 Desember 2015
[2] Hukum Properti, Asas Hukum Agraria, http://www.hukumproperti.com, access 12 Desember 2015
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Herlina Petir, AsaS Hukum Agraria, http://herlindahpetir.lecture.ub.ac.id, access 12 Desember 2015
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Dea Arioktavia, Asas Hukum Agraria, https:/dearktvia.blogspot.co.id, access 12 Desember 2015
[9] Ibid.
[10] Ali Ahmad Chomzah, Sumber Hukum Agraria, http://www.hukumsumberhukum.com, access 12 Desember 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar