Pengertian
Hukum Agraria
Pengertian
hukum agraria dalam arti sempit adalah sebuah
hukum tanah yang hanya mengatur masalah pertanian, atau mengenai permukaan
tanah dan kulit bumi saja. Pengertian Hukum agraria dalam arti luas
adalah seluruh kaidah hukum baik yang tertulis ataupun tidak tertulis yang
mengatur masalah bumi, air dalam batas-batas tertentu dan ruang angkasa beserta
kekayaan alam yang terkandung didalam bumi.[1]
B. Aas Hukum
Agraria
1)
Asas Kebangsaan
Menurut Pasal 1 ayat (1) UUPA, seluruh wilayah Indonesia adalah
kesatuan tanah, air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa
Indonesia dan seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
kekayaan nasional Indonesia.[2]
2)
Asas
Tingkatan yang Tertinggi, Bumi, Air, Ruang Angkasa dan Kekayaan Alam yang
Terkandung di dalamnya Dikuasai oleh Negara
Asas ini didasari pada Pasal 2 ayat (1)
UUPA. Sesuai dengan pendirian tersebut, perkataan “dikuasai” di sini bukan
berarti dimiliki, akan tetapi adalah pengertian yang memberikan wewenang kepada
Negara sebagai organisasi kekuasaan bangsa Indonesia pada tingkatan yang
tertinggi untuk:
-
Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam;
-
Menentukan dan mengatur hak dan kewajiban yang dapat dipunyai atas bumi,
air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang
ditimbulkan dari hubungan kepentingan orang dan unsur agraria itu;
-
Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan antara orang-orang dan
perbuatan-perbuatan hukum terkait bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya.[3]
3)
Asas Mengutamakan Kepentingan Nasional dan Negara berdasarkan
atas Persatuan bangsa daripada Kepentingan Perseorangan dan Golongan
Dapat dilihat dalam Pasal 3 UUPA. Sekalipun hak ulayat (tanah
bersama menurut hukum adat) masih diakui keberadaannya dalam sistem Hukum
Agraria Nasional, akan tetapi karena pelaksanaannya berdasarkan asas ini, maka
untuk kepentingan pembangunan, masyarakat hukum adat tidak dibenarkan untuk
menolak penggunaan tanah untuk pembangunan dengan dasar hak ulayatnya. Sehingga
Negara memiliki hak untuk membuka tanah secara besar-besaran, misalnya untuk
kepentingan transmigrasi, areal pertanian baru dan alasan lain yang merupakan
kepentingan nasional.[4]
4)
Asas Semua Hak Atas Tanah Mempunyai Fungsi Sosial
Asas ini tertulis dalam Pasal 6, berarti bahwa hak atas tanah
apapun yang ada pada seseorang, tidak dapat dibenarkan bila digunakan (atau
tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, terutama apabila
hal tersebut menimbulkan kerugian bagi masyarakat.[5]
5)
Asas Hanya Warga Negara Indonesia yang Dapat Mempunyai Hak Milik
atas Tanah
Asas ini dapat ditemui dalam Pasal 21 ayat (1) UUPA.Hak milik
adalah hak tertinggi yang dapat dimiliki individu dan berlaku selamanya. Hak
milik tidak dapat dipunyai oleh orang asing. Asas ini tidak mencakup warga
negara Indonesia yang menikah dengan orang asing. Karena saat menikah terjadi
percampuran harta, sehingga pasangan warga negara Indonesia yang memiliki hak
milik akan kehilangan haknya. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dibuat
perjanjian pra-nikah yang menyatakan pemisahan harta.[6]
6)
Asas Persamaan bagi setiap Warga Negara Indonesia
Sesuai dengan Pasal 9 ayat (2) bahwa tiap warga negara Indonesia,
baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh
suatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri
sendiri maupun keluarganya.[7]
7)
Asas Tanah Pertanian Harus Dikerjakan atau Diusahakan secara Arif
oleh Pemiliknya Sendiri dan Mencegah Cara-cara Bersifat Pemerasan
Asas ini terdapat pada Pasal 10 ayat (1) UUPA. Munculnya kegiatan land
reform atau agrarian reform, yaitu perombakan mengenai pemilikan dan
penguasaan tanah. Sehingga tanah yang dimiliki atau dikuasai seseorang tetapi
tidak digunakan sebagaimana mestinya dapat digunakan untuk hal-hal yang
bermanfaat.[8]
8)
Asas Tata Guna Tanah/Penggunaan Tanah Secara Berencana
Hal ini tertulis dalam Pasal 14 ayat (1) UUPA. Untuk mencapai apa
yang menjadi cita-cita bangsa dan Negara Indoensia dalam bidang agraria, perlu
adanya suatu rencana mengenai peruntukan, penggunaan dan persediaan bumi, air,
dan ruang angkasa untuk berbagai kepentingan hidup rakyat dan Negara. Rencana
ini dibuat dalam bentuk Rencana Umum yang meliputi seluruh wilayah Indonesia,
yang kemudian dirinci lebih lanjut menjadi rencana-rencana khusus tiap daerah.[9]
C. Sumber Hukum
Agraria
a)
Sumber-sumber
Hukum Agraria Tertulis
a.
Sumber hukum Agraria
yang terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945.
b.
Sumber Hukum Agraria
yang tercantum dalam Undang-undang Pokok Agraria.
c.
Sumber Hukum Agraria
ynag termuat dalam peraturan lama dengan syarat tertentu berdasarkan
peraturan atau pasal peralihan. Pasal peralihan yang dimakasud ialah
Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58.
b)
Sumber-sumber
Hukum Agraria Tidak Tertulis
a.
Kebiasaan baru yang
timbul sesudah berlakunya Undang-undang Pokok Agraria, misalnya yurisprudensi
dan Praktek Agraria.
b.
Hukum adat yang lama dengan
syarat-syarat tertentu dimana hukum agraria memuat peraturan dalam hukum adat
sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan Nasional dan Negara.[10]
[1]
Seputar Pendidikan, Pengertian Hukum Agraria, http://seputarpendidikan003.blogspot.co.id,
access 12 Desember 2015
[3]
Ibid.
[4]
Ibid.
[5]
Herlina Petir, AsaS Hukum Agraria, http://herlindahpetir.lecture.ub.ac.id,
access 12 Desember 2015
[6]
Ibid.
[7]
Ibid.
[8] Dea
Arioktavia, Asas Hukum Agraria, https:/dearktvia.blogspot.co.id, access 12
Desember 2015
[9]
Ibid.
[10] Ali
Ahmad Chomzah, Sumber Hukum Agraria, http://www.hukumsumberhukum.com,
access 12 Desember 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar