A.Pengertian Hukum Pidana
Hukum pidana secara tradisional adalah “Hukum yang memuat peraturan-peraturan yang
mengandung keharusan dan larangan terhadap pelanggarnya yang diancam dengan
hukuman berupa siksa badan”. Pengertian lain adalah, “Hukum pidana
adalah peraturan hukum tentang pidana”.
Kata “pidana” berarti hal yang
“dipidanakan”, yaitu hal yang dilimpahkan oleh instansi yang
berkuasa kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakan dan
juga hal yang tidak dilimpahkan sehari-hari.[1]
B.Asas-Asas Hukum Pidana
1. Asas Legalitas
Asas ini diatur juga dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu dalam pasal 2 KUHP yang menyatakan : “Ketentuan
pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang
melakukan suatu tindak pidana di Indonesia”.[2]
a) Nulla poena sine lege (Tiada pidana tanpa undang-undang) / Asas Legalitas
/ Lex Scripta)
Tidak
ada suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu
terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang. Yang
dimaksud dengan UU disini adalah dalam arti luas, bukan saja yang tertulis yang
telah dituangkan dalam bentuk UU oleh pemerintah dengan DPR tetapi produk lain
seperti Perpu, PP, Keppres, Per/Instruksi menteri, Gubernur, dsb. Intinya harus
dituangkan secara tertulis dala suatu perundang-undangan.[3]
b) Nulla poena sine crimine (Tiada pidana tanpa perbuatan pidana/ Asas
Larangan menggunakan analogi/Lex certa)
Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan
analogi. Artinya perbuatan pidana yang dimaksud harus diuraikan unsure-unsurnya
oleh undang-undang secara jelas dan lengkap.[4]
c) Nulla crimen sine poena legali (Tiada perbuatan pidana tanpa
undang-undang pidana yang terlebih dulu ada / Asas non-retroaktif).
2. Asas Teritorial
Asas Teritorial adalah asas yang berdasarkan pada kekuasaan negara
atas daerahnya. Menurut asas ini bahwa bahwa negara hukum bagi semua barang
yang ada diwilayahnya. Jadi terhadap semua barang atau orang yang berada di
luar wilayah tersebut berlaku hukum asing Internasional. Contoh Asas
Teritorial yaitu Seseorang Pria menembakkan senjatanya di dalam wilayah negara
Ruritania dan melewati batas negara tersebut sehingga mengenai pria lain dan terbunuh di negara Bloggovia. Dalam peristiwa ini
adanya penembakkan yang terkena oleh seseorang, maka penyelesaia yang tepat
yaitu Asas Teritorial yang mengenal 2 metode pelaksanaan yaitu secara Subyektif
dan secara Obyektif. Asas Teritorial secara Subyektif adalah prinsip yang
memberikan yurisdiksi kepada negara yang diwilayahnya melakukan tindakan
kriminal yang meskipun akibatnya terjadi diwilayah negara lain. Sedangkan Asas
Teritorial secara Obyektif adalah kebalikan dari prinsip Subyektif yang memberikan
yurisdiksi kepada negara dimana akibat dari perbuatan kriminal tersebut
terjadi, meskipun terjadi diluar wilayah negara tersebut.
Asas Teritorial ini diatur dalam KUHP yaitu dalam Pasal 2 KUHP yang menyatakan: Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana di Indonesia. Perluasan dari Asas Teritorial diatur dalam pasal 3 KUHP yang menyatakan: Ketentuan pidana perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana didalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia”.[5]
Asas Teritorial ini diatur dalam KUHP yaitu dalam Pasal 2 KUHP yang menyatakan: Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana di Indonesia. Perluasan dari Asas Teritorial diatur dalam pasal 3 KUHP yang menyatakan: Ketentuan pidana perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana didalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia”.[5]
3. Asas Perlindungan / Nasionalitas Pasif
Tercantum dalah (pasal 4 KUHP) Kepentingan
nasional tersebut ialah:
1) Keselamatan kepala/wakil Negara RI, keutuhan dan keamanan negara
serta pemerintah yang sah, keamanan penyerahan barang, angkatan perang RI pada
waktu perang, keamanan Martabat kepala negara RI.
2) Keamanan ideologi negara, pancasila dan haluan Negara.
3) Keamanan perekonomian.
4) Keamanan uang Negara, nilai-nilai dari surat-surat yang dikeluarkan
RI.
5) Keamanan pelayaran dan
penerbangan terhadap pembajakan.[6]
4. Asas
Personalitas / Nasionalitas Aktif
Artinya
ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak
pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).[7]
5. Asas
Universalitas[8]
Asas
melindungi kepentingan Internasional (asas universal) adalah dilandasi
pemikiran bahwa setiap negara di dunia wajib turut melaksanakan tata hukum
sedunia / hukum internasional.
C.Sumber Hukum Positifnya
1.
Pengertian Sumber Hukum Positif
Hukum
Positif adalah kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis yang pada saat ini
sedang berlaku dan mengikat secara umum atau khusus dan ditegakkan melalui
pemerintah atau pengadilan dalam negara Indonesia. Misalnya : di Indonesia
persoalan perdata diatur a.l. dalam KUH Perdata, persoalah pidana diatur
melalui KUH Pidana, dll.[9]
2. Sumber Hukum
Positif Hukum Pidana Indonesia
a) Sumber
Hukum Tertulis yang Terkodifikasi (Sumber hukum utama)
Sumber hukum ini tersusun dalam satu buku. Sumber hukum
pidana tertulis yang terkodifikasi yakni Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) . KUHP dikatakan sebagai sumber hukum utama dikarenakan dalam KUHP
terdapat aturan-aturan umum hukum pidana yang berlaku bagi semua peraturan
hukum pidana selama peraturan tersebut idak mengatur sendiri. Dalam hal ini
berlaku asas Lex Specialis Derograt Lege Generale.[10]
Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) aslinya berbahasa Belanda (Wetboek van
Strafrecht). Berlaku di Indonesia sejak tahun 1946 (setelah kemerdekaan RI)
dengan UU Nomor 1 Tahun 1946. Merupakan warisan kolonial Belanda yang
diberlakukan di Indonesia sejak 1 Januari 1918.[11]
Sebagai
sumber hukum pidana yang tertulis dan terkodifikasi, KUHP memiliki sistematika
sebagai berikut:
1) Buku
I memuat pasal 1 - pasal 103, berisi Ketentuan Umum.
Buku I ini disebut sebagai ketentuan umum karena
berlaku untuk semua peraturan pidana, baik yang terdapat dalam KUHP maupun
peraturan lain di luar KUHP sepanjang tidak mengatur secara khusus
2) Buku II memuat
Pasal 104 - pasal 448, berisi tentang Kejahatan
3) Buku III
memuat Pasal 449- pasal 669, berisi tentang Pelanggaran
b) Sumber
Hukum Tertulis yang Tidak Terkodifikasi
1) Undang-Undang No. 30 tahun 1999 dan Undang-Undang
No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
2) Undang-Undang No.23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga
3)
Undang-Undang No. 8 tahun 2010 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang
4)
Undang-Undang No. 35 tahun 2009 Pasal 1 angka 1 tentang
Psikotropika
5)
Undang-Undang No.10 tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria
6)
Undang-Undang No. 9 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen
7)
Undang-Undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak
Cipta.[12]
[2]
Vina Kamilina Zahroh, KUHP Asas Pidana, http://vinazahroh.blogspot.co.id,
access 11 Oktober 2015
[3]
Ibid
[4]
Ibid
[9] Hariyanto Imadha, Beberapa Pendapat Tentang Hukum Positif, http://fhui. wordpress.com, acces 11 Oktober 2015
[10] Septina
Ayu Handayani,
Sejarah dan Sumber Hukum Pidana
Indonesia, http://aurockefeller.blogspot.com, acces 11 Oktober 2015
[11] Cuma Orang Biasa, Sumber Hukum Pidana di Indonesia, http://donx saturniev.blogspot.com, acces 11 Oktober 2015
Terima kasih
BalasHapusKunjungi