Senin, 14 Desember 2015

Bidang/lapangan Hukum Pidana



A.Pengertian Hukum Pidana
Hukum pidana secara tradisional adalah “Hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengandung keharusan dan larangan terhadap pelanggarnya yang diancam dengan hukuman berupa siksa badan”. Pengertian lain adalah, “Hukum pidana adalah peraturan hukum tentang pidana”.
Kata “pidana” berarti hal yang “dipidanakan”, yaitu hal yang dilimpahkan oleh instansi yang berkuasa kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakan dan juga hal yang tidak dilimpahkan sehari-hari.[1]

B.Asas-Asas Hukum Pidana
1.      Asas Legalitas
Asas ini diatur juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu dalam pasal 2 KUHP yang menyatakan : “Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana di Indonesia”.[2]
a)      Nulla poena sine lege (Tiada pidana tanpa undang-undang) / Asas Legalitas / Lex Scripta)
Tidak ada suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang. Yang dimaksud dengan UU disini adalah dalam arti luas, bukan saja yang tertulis yang telah dituangkan dalam bentuk UU oleh pemerintah dengan DPR tetapi produk lain seperti Perpu, PP, Keppres, Per/Instruksi menteri, Gubernur, dsb. Intinya harus dituangkan secara tertulis dala suatu perundang-undangan.[3]
b)      Nulla poena sine crimine (Tiada pidana tanpa perbuatan pidana/ Asas Larangan menggunakan analogi/Lex certa)
Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi. Artinya perbuatan pidana yang dimaksud harus diuraikan unsure-unsurnya oleh undang-undang secara jelas dan lengkap.[4]
c)      Nulla crimen sine poena legali (Tiada perbuatan pidana tanpa undang-undang pidana yang terlebih dulu ada / Asas non-retroaktif).
2.      Asas Teritorial
Asas Teritorial adalah asas yang berdasarkan pada kekuasaan negara atas daerahnya. Menurut asas ini bahwa bahwa negara hukum bagi semua barang yang ada diwilayahnya. Jadi terhadap semua barang atau orang yang berada di luar wilayah tersebut berlaku hukum asing Internasional. Contoh Asas Teritorial yaitu Seseorang Pria menembakkan senjatanya di dalam wilayah negara Ruritania dan melewati batas negara tersebut sehingga mengenai pria lain dan terbunuh di negara Bloggovia. Dalam peristiwa ini adanya penembakkan yang terkena oleh seseorang, maka penyelesaia yang tepat yaitu Asas Teritorial yang mengenal 2 metode pelaksanaan yaitu secara Subyektif dan secara Obyektif. Asas Teritorial secara Subyektif adalah prinsip yang memberikan yurisdiksi kepada negara yang diwilayahnya melakukan tindakan kriminal yang meskipun akibatnya terjadi diwilayah negara lain. Sedangkan Asas Teritorial secara Obyektif adalah kebalikan dari prinsip Subyektif yang memberikan yurisdiksi kepada negara dimana akibat dari perbuatan kriminal tersebut terjadi, meskipun terjadi diluar wilayah negara tersebut.
Asas Teritorial ini diatur dalam KUHP yaitu dalam Pasal 2 KUHP yang menyatakan:  Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana di Indonesia. Perluasan dari Asas Teritorial diatur dalam pasal 3 KUHP yang menyatakan: Ketentuan pidana perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana didalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia”.[5]

3.      Asas  Perlindungan / Nasionalitas Pasif
Tercantum dalah (pasal 4 KUHP) Kepentingan nasional tersebut ialah:
1)      Keselamatan kepala/wakil Negara RI, keutuhan dan keamanan negara serta pemerintah yang sah, keamanan penyerahan barang, angkatan perang RI pada waktu perang, keamanan Martabat kepala negara RI.
2)      Keamanan ideologi negara, pancasila dan haluan Negara.
3)      Keamanan perekonomian.
4)      Keamanan uang Negara, nilai-nilai dari surat-surat yang dikeluarkan RI.
5)       Keamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan.[6]

4.      Asas Personalitas / Nasionalitas Aktif
Artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).[7]

5.      Asas Universalitas[8]
Asas melindungi kepentingan Internasional (asas universal) adalah dilandasi pemikiran bahwa setiap negara di dunia wajib turut melaksanakan tata hukum sedunia / hukum internasional.

C.Sumber Hukum Positifnya
1.      Pengertian Sumber Hukum Positif
Hukum Positif adalah kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis yang pada saat ini sedang berlaku dan mengikat secara umum atau khusus dan ditegakkan melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara Indonesia. Misalnya : di Indonesia persoalan perdata diatur a.l. dalam KUH Perdata, persoalah pidana diatur melalui KUH Pidana, dll.[9]

2.      Sumber Hukum Positif Hukum Pidana Indonesia
a)      Sumber Hukum Tertulis yang Terkodifikasi (Sumber hukum utama)
Sumber hukum ini tersusun dalam satu buku. Sumber hukum pidana tertulis yang terkodifikasi yakni Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) . KUHP dikatakan sebagai sumber hukum utama dikarenakan dalam KUHP terdapat aturan-aturan umum hukum pidana yang berlaku bagi semua peraturan hukum pidana selama peraturan tersebut idak mengatur sendiri. Dalam hal ini berlaku asas Lex Specialis Derograt Lege Generale.[10]
      Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) aslinya berbahasa Belanda (Wetboek van Strafrecht). Berlaku di Indonesia sejak tahun 1946 (setelah kemerdekaan RI) dengan UU Nomor 1 Tahun 1946. Merupakan warisan kolonial Belanda yang diberlakukan di Indonesia sejak 1 Januari 1918.[11]
Sebagai sumber hukum pidana yang tertulis dan terkodifikasi, KUHP memiliki sistematika sebagai berikut:
1)        Buku I memuat pasal 1 - pasal 103, berisi Ketentuan Umum.
Buku I ini disebut sebagai ketentuan umum karena berlaku untuk semua peraturan pidana, baik yang terdapat dalam KUHP maupun peraturan lain di luar KUHP sepanjang tidak mengatur secara khusus
2)    Buku II memuat Pasal 104 - pasal 448, berisi tentang Kejahatan
                                 3)         Buku III memuat Pasal 449- pasal 669, berisi tentang Pelanggaran
        
b)     Sumber Hukum Tertulis yang Tidak Terkodifikasi 
1)  Undang-Undang No. 30 tahun 1999 dan Undang-Undang No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
2)  Undang-Undang No.23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga
3)      Undang-Undang No. 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
4)      Undang-Undang No. 35 tahun 2009 Pasal 1 angka 1 tentang Psikotropika
5)      Undang-Undang No.10 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
6)      Undang-Undang No. 9 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
7)      Undang-Undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.[12]


[1] Luthfi, Pengertian Hukum Pidana, http://rokhmanlutfi.blogspot.co.id, access 11 Oktober 2015
[2] Vina Kamilina Zahroh, KUHP Asas Pidana, http://vinazahroh.blogspot.co.id, access 11 Oktober 2015
[3] Ibid
[4] Ibid
[5] Lilik, Makalah Hukum Pidana, http://makalah-hukum-pidana.blogspot.co.id, access 11 Oktober 2015
[6] Robby, Masalah Hukum Pidana, https://masalahukum.wordpress.com, access 11 Oktober 2015
[7] Wikipedia, Hukum Pidana, https://id.wikipedia.org, access 11 Oktober 2015
[8] Galih, Asas Universal, http://galihcahyo.blogspot.com, access 11 Oktober 2015
[9] Hariyanto Imadha, Beberapa Pendapat Tentang Hukum Positif, http://fhui. wordpress.com, acces 11 Oktober   2015
[11] Cuma Orang Biasa, Sumber Hukum Pidana di Indonesia,  http://donx saturniev.blogspot.com, acces 11 Oktober 2015
[12]Wikipedia, Hukum Pidana, http://id.wikipedia.org, acces 11 Oktober 2015

1 komentar: